Halaman

Senin, 11 Februari 2013

Dimanfaatkan Elit Politik

Dimanfaatkan Elit Politik

Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama

NU organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan, bukan organisasi politik.
SURABAYA, Jaringnews.com

"Pengurus NU lebih baik lebih berkonsentrasi pada kerja sosial, dakwah, pendidikan dan pemberdayaan politik warga NU dari pada ngurusi Pilgub,"

Muktamar NU ke-27 di Situbondo, mengharuskan NU kembali ke Khittah 26. Yakni sebagai organisasi sosial kemasyarakatan dan keagamaan, bukan organisasi politik.Karena itu, pengurus NU di semua tingkatan dari wilayah hingga ranting agar tetap konsisten dengan Khittah 26 NU tersebut.

"Kami mengajak seluruh warga NU untuk tidak mudah terprovokasi dan dijadikan alat legitimasi oleh elit-elit (pengurus) NU,"
Cita-cita NU ketika kembali ke khittah yang diputuskan pada Muktamar NU tahun 1984 di Situbondo, yaitu: Menjujung tinggi nilai-nilai dan norma ajaran Islam; Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi; Menjunjung tinggi sifat keikhlasan dan berkhidmah dan berjuang; Menjujung tinggi persaudaraan, persatuan, dan kasih mengasihi; Meluhurkan kemuliaan moral, dan menjunjung tinggi kejujuran dalam berfikir dan bertindak; Menjujung tinggi kesetiaan kepada agama, bangsa, dan negara; Menjunjung tinggi nilai amal kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah; Menjujung tinggi ilmu pengetahuan serta ahli akhiratnya; Selalu siap menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia; Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu, dan mempercepat perkembangan masyarakat; Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara (dikutip dari PBNU, Hasil Muktamar Nahdlatul Ulama ke-27 Situbondo: Nahdlatul Ulama Kembali ke Khittah Perjuangan 1926 (Semarang: Sumber Barokah, t.t., hlm. 102-103).

Sebagai perkumpulan para alim ulama, kyai, dan santri yang berakar di
kalangan - terutama - strata arus bawah, NU yang merupakan pengamal dan
sekaligus pembela paham Ahl Sunnah wal Jamaah, selama ini telah menumbuhkan
masyarakat yang bercirikan sikap-sikap tertentu seperti diajarkan oleh para
kyai dan ulama mereka. Ciri khas sikap-sikap NU itu antara lain: Tawassuth
dan I'tidal, Tasamuh, Tawazun, dan Amar Ma'ruf Nahi Munkar.
 
Tawassuth dan I'tidal merupakan sikap tengah yang berintikan prinsip hidup
menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah kehidupan
bersama, dan menghindari segala bentuk pendekatan tatharruf (ekstrem).
Tasamuh adalah sikap toleran terhadap pandangan dalam masalah keagamaan,
terutama yang bersifat furu (insidentil). Tawazun merupakan sikap seimbang
dalam berkhidmah kepada Allah SWT, sesama amnusia, dan lingkungan hidup.
Sedang Amar Ma'ruf Nahi Munkar adalah sikap untuk selalu memiliki kepekaan
untuk mendorong perbuatan yang baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan
bersama dan mencegah segala yang merendahkan nilai-nilai kehidupan.
Khitta-khittah itulah yang menjaadi ciri khas NU sebagai aset nasional di
tengah pluralisme dan kemajemukan masyarakat Indonesia. Peranan NU lebih
penting lagi, dengan ditandai kehadiran lembaga pesantren dan kyai. Pada
masa perjuangan fisik, keduanya terbukti mempunyai peranan yang amat strategis
dalam perjuangan bangsa menuju kemerdekaan.
 
Kini, perjuangan fisik seperti masa silam telah berlalu. Organisasi sebagai
alat perjuangan moral dapat dikelola dengan baik, sehingga gagasan-gagasan
yang timbul dapat disumbangkan kepada bangsa dan negara. Kontribusi nasional
NU terhadap pendidikan agama di negeri ini tak dapat dinilai kecil, sebab NU
sendiri seperti pernah dikatakan tokoh NU almarhum KH As'ad Syamsul Arifin,
merupakan pesantren besar dan pesantren merupakan NU kecil.

Jadi marilah generasi muda IPNU IPPNU yang kembali lagi dengan KHITTAH 26, dan tujuan didirikannya NU.

Sumber NU online dan Nukhittah 26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar