Halaman

Rabu, 27 Maret 2013

Beginilah Modus Upaya Perebutan Masjid NU


Beginilah Modus Upaya Perebutan Masjid NU

Warga NU telah tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Mereka berdakwah dengan membangun masjid, musholla serta madrasah untuk meningkatkan kualitas ibadah dan iman umat Islam sejak sebelum kemerdekaan Indonesia.

Dengan terbukanya Indonesia, bermunculan kelompok Islam baru yang berusaha mengembangkan ajaran mereka di Indonesia. Bukannya berdakwah kepada mereka yang belum berislam, mereka malah menyalahkan kelompok lain dengan menuduhnya bid’ah, khurafat, bahkan mengkafirkan dan mengklaim hanya aliran mereka sendiri yang benar. Mereka juga berusaha merebut masjid-masjid yang selama ini dirawat dan dipelihara oleh warga NU dengan tujuan mengganti amalan yang mereka yakini.

Dengan berusaha manarik simpati sebagai saudara sesama muslim, mereka berusaha memperdaya takmir masjid yang telah berkhusnudhon dan menyediakan tempat bagi mereka. Ketua Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) KH Abdul Manan Al Ghani menyampaikan beberapa modus yang mereka gunakan dalam proses mengambil alih pengelolaan masjid.

1. Terdapat orang yang datang atau sengaja mengontrak rumah di dekat masjid lalu aktif berjamaah sholat lima waktu di masjid tersebut dan memperkenalkan dirinya kepada jamaah lain serta pengurus masjid.

2. Lalu, orang tersebut mulai aktif ikut menjaga kebersihan masjid, sehingga mendapat simpati dari pengelola masjid.

3. Jika muadzin atau imam sholat kebetulan berhalangan, ia menawarkan diri untuk menjalankan tugas
tersebut. Karena sudah dikenal, peran tersebut dengan mudah diterima pengurus masjid dan tidak dipertanyakan.

4. Ketika ada rapat pengurus, ia mulai aktif dan ikut memberi usulan, biasanya yang diusulkan adalah khotib Jum’at, yang berasal dari kelompoknya.

5. Langkah selanjutnya, ia akan semakin berusaha mendominasi dan mengajak teman-temannya membuat kegiatan di masjid tersebut. Ketika terjadi perubahan kepengurusan masjid, ia memasukkan orang-orangnya dalam kepengurusan.

6. Jika dirasa sudah mendominasi dalam kepengurusan dan kegiatan, ia akan menyingkirkan orang lama dan mengganti amalan ibadah masjid tersebut yang sesuai dengan alirannya. Di masjid tersebut, juga mulai kencang disuarakan bid’ah atau menyalahkan ajaran yang di luar alirannya serta melarang orang lain menjalankan kegiatan di masjid tersebut.

Kiai Manan mengingatkan agar pengurus masjid NU jika menemui modus-modus seperti itu dan menjaga eksistensi masjid tersebut. LTMNU siap membantu melakukan sertifikasi wakaf atas nama nadhir NU sebagaimana yang sudah dilakukan di sejumlah tempat sehingga kepemilikan masjid tersebut tidak berpindah tangan.

Selasa, 26 Maret 2013

Seputar Akidah Sufi Terhadap Rasulullah

Seputar Akidah Sufi Terhadap Rasulullah

Diantara persoalan yang digugat oleh mereka yang anti Tasawuf adalah mengenai akidah kaum Sufi terhadap Rasulullah SAW. Mereka menuduh kaum Sufi bahwa, kaum Sufi berpandangan kalau Rasulullah tidak mencapai martabat dan kondisi para Sufi.
 
Rasulullah tidak mengetahui ilmu-ilmu para Sufi, sebagaimana ungkapan Abu Yazid al-Busthamy, “Kami menyelami Lautan yang para Nabi sudah berhenti di pantainya…”.
Bahkan Muhammad adalah puncak jagad semesta ini. Arasy, Kursy, Qolam, langit dan bumi diciptakan dari Cahaya Muhammad. Dan Muhammadlah yang pertama Maujud, dan dialah yang bersemayam di Arasy.
 
JAWABAN
 
Kenapa mereka yang kontra terhadap dunia Sufi sebegitu dangkal memahami metafor-metafor yang menjadi bahasa khas para Sufi? Sebegitu dangkalkah mereka memahami Al-Qur’an sehingga memiliki tuduhan terhadam kaum Sufi sebagai kelompok yang berpandangan sesat?
 
Para Sufi sama sekali tidak pernah berpandangan bahwa Rasulullah SAW. tidak mencapai martabat Sufi. Justru sebaliknya Rasulullah adalah tipe ideal Insan Kamil, sebagai puncak paripurna yang tak tertandingi dalam dunia Sufi. Rasulullah adalah teladan utama para Sufi. Rasulullah SAW, adalah panutan secara syari’at maupun hakikat dari para penempuh jalan Sufi. Rasulullah adalah par-exellent yang justru membimbing jiwa-jiwa yang rindu kepada Allah, dan kerinduan kepada Allah secara hakiki hanya dialami oleh para penempuh itu.
 
Coba jika mereka mau mencoba memahami karya Ibnu Araby maupun Al-Jily yang selama ini mereka tuduh sebagai biangkerok penyimpangan akidah. Mereka tidak memahami bahasa-bahasa hakikat dalam tradisi ilmu Tasawuf, yang mereka gunakan hanyalah akal rasional. Sedangkan wilayah akal rasional itu, tidak mampu menyentuh dunia batin, dunia ruh, dunia Rahasia Ilahi. Obyek rasional hanyalah teori, logika dan aksioma, dan terbukti gagal untuk Ma’rifatullah. Apakah mereka akan terus menerus berkubang dalam Lumpur tipudaya imajiner mereka?
 
Salah satu contoh betapa mereka dangkal memahami metafora dunia Sufi adalah cara mereka menilai Abu Yazid Al-Bisthamy. Kata-kata Abu Yazid itu bukan sama sekali menunjukkan bahwa Abu Yazid lebih unggul dari para Nabi dan Rasul. Coba renungkan dengan jiwa yang suci, kata-katanya, “Kami menyelami Lautan yang para Nabi sudah berhenti di pantainya…”. Kata-kata ini menunjukkan bahwa para Nabi dan Rasul sudah tuntas menyelami Lautan Ilahi. Nabi dan Rasul sudah sampai ke benuanya, sedangkan Abu Yazid masih mengarunginya.
 
Abu Yazid sedang mengarungi Lautan demi Lautan Ilahi, Lautan Malakut, Lautan Jabarut dan Lautan Lahut. Bahkan Tujuh Lautan Ilahi yang sedang diarunginya. Para Nabi dan Rasul sudah selesai, sudah sampai ke pantai benuanya, turut memberi syafaat dan mendoakan Abu Yazid dan yang lainnya.
Mengenai Nur Muhammad dan Muhammad sebagai awal wujud, memang benar. Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul di dunia, yang lahir dalam waktu dan ruang sejarah, tahun tertentu, dan dengan peristiwa historis tertentu, tentu berbeda dengan nama Muhammad yang menjadi awal maujud ini.
 
Mereka yang kontra dengan dunia Sufi memang tidak memahami apakah sesungguhnya hakikat Nur (Cahaya) itu sendiri. Berapa lapiskah Cahaya Ilahi itu, dan apa bedanya Nurullah dengan Nur Muhammad, apa pula bedanya dengan Nurun alan-Nuur, yang ada di Al-Qur’an itu. Justru para Ulama Sufilah yang bisa menafsirkan secara universal dan tuntas mengenai ayat Cahaya dalam Al-Qur’an itu.
Belum lagi makna dari Kegelapan (Dzulumat), bagaimana wujud dzulumat, apa pula lapisan dzulumat, fakta dzulumat, rekayasa dzulumat dan bagaimana strategi Iblis dan Syetan muncul dari wahana dzulumat?
Dalam hadits disebutkan, “Pertama kali diciptakan adalah An-Nuur”, dan hadits lain menyebutkan, “Awal yang diciptakan Allah adalah al-Qolam…” serta hadits lain berbunyi, “Awal yang diciptakan Allah adalah akal…”
 
Tiga hadits itu sesungguhnya sama sekali tidak bertentangan. Kalau mereka mau mempelajari Ushul Fiqh saja, akan tahu bagaimana sistematika istimbath manakala ada hadits satu sama lain yang terkesan kontradiktif. Maka ada jalan keluar untuk menyimpulkan secara al-Jam’u (kompromi) atau bersifat nasikh dan mansukh. Tetai hadits tersebut cukup difahami dengan penggunaan metode al-Jam’u, yaitu dengan memahami bahwa Nur, Qolam, Akal, adalah “satu kesatuan dalam keragaman”.
Karena satu kesatuan, Nur, Qolam dan Akal merupakan tiga dimensi yang saling berkelindan, baik secara eksistensial maupun fungsional. Artinya Nur adalah esensi dari akal, dan Akal adalah esensi dari Qolam. Nur adalah rahasia Akal, dan Akal adalah rahasia Qolam, dan Qolam adalah awal ayang membuat Titik dari huruf Nun dalam Kun itu.
 
Nabi Muhammad SAW dalam hal ini adalah Wujud Paripurna secara ruhani dari seluruh alam semesta, karena itu jika disebutkan dalam ayat Ar-Rahmaanu ‘alal Arsyi Istawa (Yang Maha Rahman bersemayam di Arasy) maka, hakikat Ar-Rahman secara makrokosmos adalah jiwa Muhammad, dan Muhammad adalah penyempurna Ar-Rahman yang termaujud dalam Ar-Rahim. Karena itu dalam Surat At-Taubah, dua ayat terakhir, menyebutkan sifat Nabi Muhammad adalah Ro’ufur Rohiim.
Maka, dengan akal yang dangkal dan pikiran rasional, manusia sering memaksa diri untuk memahami hal-hal yang metafisis, akhirnya malah gagal, lalu berujung menjadi sikap apriori terhadap dunia alam bathiniyah, yang menjadi wilayah hamparan pertumbuhan Cahaya Iman kita. Wallahu A’lam

Senin, 25 Maret 2013

Syair-Syair Hikmah KH Wahid Hasyim



Syair-Syair Hikmah KH Wahid Hasyim

KH Abdul Wahid Hasyim termasuk tokoh yang gemar mencatat. Tak heran, sejumlah pantun dan sajak kesukaannya dalam berbagai bahasa tetap tersimpan rapi hingga sekarang. Beberapa syair hikmah berbahasa Arab berikut adalah sebagain warisan berharga dari ulama dan pahlawan nasional ini.

وَلَا شَيْءٌ يَدُوْمُ فَكُنْ حَدِيْثاً # جَمِيْلَ الذّكْرِ فَالدُّنْيَا حَدِيْثُ
Tak ada satu pun di dunia ini yang kekal. Maka, ukirlah cerita indah sebagai kenangan. Karena dunia memang sebuah cerita

أَلَا لِيَقُلْ مَا شَاءَ مَنْ شَاءَ إِنّماَ # يُلاَمُ الفَتىَ فِيْمَا اسْتَطَاعَ مِنَ اْلأَمْرِ
Ungkapkanlah apa yang ingin diungkapkan. (Jangan ragu) pemuda memang selalu dicemooh lantaran kecakapannya.

ذَرِيْنِيْ أَنَالُ مَا لَا يُناَلُ مِنَ اْلعُلَى # فَصَعْبُ العُلىَ فِي الصَّعْبِ وَالسَّهْلُ فِي السَّهْلِ
تُرِيْدِيْنَ إِدْرَاكَ المَعَالِي رَخِيْصَةً # فَلَا بُدَّ دُوْنَ الشَّهْدِ مِنْ إِبْرِ النَّحْلِ
Biarkan aku meraih kemuliaan yang belum tergapai. Sulit jika dianggap sulit, tapi mudah bila dirasa mudah. Engkau kerap ingin mendapatkan kemuliaan itu secara murah. Padahal pengambil madu harus merasakan sengatan lebah.

سَتُبْدِيْ لَكَ الأَيَّامُ مَا كُنْتَ جاَهِلاً # وَيَأْتِيْكَ بِاْلأَخْبَارِ مَا لَمْ تُزَوِّدِ
Kelak waktu akan memperlihatkan dirimu sebagai orang yang bodoh, dan membawakan kabar untukmu tentang perbekalan yang kosong.

لَقَدْ غَرَسُوْا حَتَّى أَكَلْناَ وَإِنَّناَ # لَنَغْرَسُوْا حَتَّى يَأْكُلَ النَّاسُ بَعْدَنَا
Para pendahulu telah menanam sehingga kita memakan buahnya. Sekarang kita juga menanam agar generasi mendatang memakan hasilnya.

إِذَا فَاتَنِيْ يَوْمٌ وَلَمْ أَصْطَنِعْ يَدًا # وَلَمْ أَكْتَسِبْ عِلْماً فَمَاذَاكَ مِنْ عُمْرِيْ
Tatkala waktuku habis tanpa karya dan pengetahuan, lantas apa makna umurku ini?


Mahbib Khoiron
Dikutip dan diterjemah ulang dari
KH A Wahid Hasjim, Mengapa Saya Memilih Nahdlatul Ulama, Bandung: Mizan, 2011


 

Kamis, 21 Maret 2013

Wahabi Bertekad Hancurkan Makam Malik al Asytar, sahabat imam Ali yang diracun Mu’awiyah

Mesir:
Wahabi Bertekad Hancurkan Makam Sahabat Imam Ali as
“Kelompok Wahabi dan Salafi atas seruan pemimpin-pemimpinnya hendak menghancurkan makam Malik al Asytar, namun berkat penjagaan penduduk setempat, cita-cita mereka tidak tercapai.”
 
 Wahabi Bertekad Hancurkan Makam Sahabat Imam Ali as
sekelompok orang yang terpengaruh paham Wahabisme di Mesir nekat hendak merusak makam Malik al Asytar sahabat terdekat Imam Ali as di kawasan Al Marg bagian utara Kairo, timur laut Mesir.
Muhammad al Darini seorang tokoh syiah mengatakan, “Kelompok Wahabi dan Salafi atas seruan pemimpin-pemimpinnya hendak menghancurkan makam Malik al Asytar, namun berkat penjagaan penduduk setempat, cita-cita mereka tidak tercapai.”
“Mereka telah berkali-kali meminta kepada pihak kepolisian untuk memberikan penjagaan ketat terhadap makam tersebut dan menangkap pihak-pihak yang hendak merusak makam bersejarah tersebut namun polisi tidak juga mengindahkan permintaan mereka. Akhirnya masyarakat setempat yang secara swadaya menjaga dan melindugi makam sahabat mulia Imam Ali as tersebut.” Lanjutnya.
Malik Al Asytar
Malik Al-Asytar : مالك الأشتر adalah salah satu sahabat paling setia Ali bin Abi Thalib, sepupu Nabi Muhammad. Al-Asytar menjadi seorang Muslim selama waktu Muhammad dan menjadi terkenal selama kekhalifahan Utsman dan Ali. Selama keKhalifahan Ali ia berjuang dalam Pertempuran Jamal dan Shiffin selama masa Fitnah pertama dalam pertahanan Islam Ia diakui untuk pembelaannya yang kukuh dan tabah terhadap Islam dalam pertempuran serta sifat saleh. Sebutan “Al-Asytar” adalah bahasa Arab yang berarti potong, tersayat atau robek. Ia mendapatkan gelar “Al-Asytar” dari bekas luka pertempuran yang ia terima pada kelopak mata bawahnya selama Pertempuran Yarmouk.Pembelaan terhadap kekhalifahan Ali
Salah satu pejuang tangguh pada masanya, ia tunduk dan patuh kepada Ali melebihi orang lain . Dia ditunjuk Gubernur Mesir pada 658 (38 H) ketika Ali bin Abi Thalib-, khalifah kaum muslimin, setelah perang Siffin telah berakhir . Pada saat itu, Amr bin al-As memiliki 6.000 tentara yang sedang dalam perjalanan, dikirim oleh Gubernur Damaskus, Muāwiyya. Alī diminta untuk mengirimkan bantuan. jenderal Terbaik Alī dan anak dari teman, Malik Al-Asytar, dikirim untuk membela anak tirinya, mantan Gubernur Mesir, Muhammad bin Abu Bakar, karena Alī percaya hanya Malik bisa mengalahkan Muāwiyya dan Amr bin al-As. Muhammad bin Abū Bakar diperintahkan untuk kembali ke ibukota kekhalifahan Alī di Kufah. Namun, Malik meninggal dalam perjalanan ke Mesir. diyakini bahwa Malik diracun oleh Muawiyah I.
Keturunan
Di antara keturunannya adalah keluarga Kalbasi, yang tinggal di Iran dan beberapa hidup di Irak. Salah satu cabang dari keluarga ini menambahkan judul “Ashtari” ke akhir nama keluarga mereka untuk menunjukkan fakta ini.
Di Lebanon, Hamadani (bercabang ke Sabbagh) keluarga juga keturunan langsung yang telah mempertahankan silsilah keluarga ditelusuri kembali ke asal-usul suku Nakha’i. Keluarga Mroueh, setelah menelusuri garis keturunan mereka, juga diyakini sebagai keturunan

MALIK BIN ASYTAR

(Teladan Mulia bagi Pemimpin / Birokrat)
“….. karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” ” (QS. Al-Qashash : 26).
“Janganlah kamu memperhatikan banyaknya shalat dan puasanya. Jangan pula kamu perhatikan banyaknya haji dan kesalehannya. Tetapi perhatikanlah kejujurannya dalam menyampaikan informasi dan menjalankan amanat” (Nabi Muhammad SAW, Bihar al-Anwar 75: 114).
AMANAT KEADILAN MANUSIA…PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) baru saja mencatat surat ini pada November 2003 dengan nama judul di atasSurat yang ditulis Imam Ali ibn Abi Thalib pada tahun 38 H. dalam pelantikan Malik Asytar sebagai gubernurnya di Mesir. Dokumen ini ditulis oleh seorang yang mendapat julukan dari penulis Kristiani Libanon George Jordac, The Voice of Human Justice, shawth al-‘adalah al-insaniyyah. Siapa Sosok Malik bin Asytar ?
Pada tahun 38 H, khalifah Islam yang keempat Ali bin Abi Thalib mengangkat Malik al-Asytar sebagai Gubernur Mesir. Semula Malik menduduki jabatan gubernur di Nashibin, sebuah daerah kecil yang tidak sekaya Mesir. Imam Ali sangat mencintainya karena keluhuran akhlaknya. Ia sangat taat beribadat, sangat tekun berjihad, dan sangat bersabar menghadapi rakyat. “Kedudukan dia bagiku sama seperti kedudukan aku bagi Nabi Allah SAW,” kata Ali memujinya. Seperti Ali, ia piawai dalam memainkan pedang. Di medan pertempuran, ia bukan saja tidak pernah mundur, tetapi juga tidak pernah kalah. Namanya saja sudah cukup menggentarkan nyali musuh-musuhnya. Dalam kehidupan sehari-hari, seperti Ali, ia bukan saja sabar menghadapi “kenakalan” rakyatnya, tetapi juga sangat cepat memberikan maafnya.
Dengan akhlak yang begitu mulia, Malik segera mendapat kepercayaan Imam Ali. Ia mendapat SK sebagai gubernur dan sekaligus petunjuk administratif menjalankan pemerintahan yang baik, good governance. Inilah dokumen peraturan pemerintah daerah yang pertama dalam Islam.
Muawiyah, yang menegakkan pemerintahannya di atas kezaliman dan perampasan hak rakyat. Ketika mendengar pengangkatan Malik, Muawiyah menyuap seorang kepala daerah untuk menyambut Malik dalam perjalanannya ke Mesir. Dan ia menyambutnya dengan memasukkan racun ke dalam minuman bercampur madu. Malik tidak sempat menjalankan perintah kepala negaranya, karena maut keburu menjemputnya.
Muawiyah gembira mendengar berita itu, ia menyampaikan pidato sukacitanya : “Duhai racun pun telah menjadi tentara Tuhan. Ali bin Abi Thalib punya dua tangan kanan, yang satu Ammar bin Yasir telah dipatahkan di Shiffin. Yang kedua Malik al-Asytar telah kita patahkan sekarang.
Ali tentu saja berduka cita. Ia berkata, “Malik, Siapakah Malik? Sekiranya Malik sebongkah batu, dialah batu yang keras dan padat. Sekiranya ia karang di samudera, ia karang yang perkasa yang tiada taranya. Seakan-akan kematian telah merenggut nyawaku sendiri.
Ali berduka cita, karena bersama kematiannya hilanglah pelaksanaan dari eksperimen pertama pelaksanaan good governance pada pemerintah daerah.
Berikut ini salah satu petikan kisah dari Malik bin Asytar
Matahari sudah semakin tinggi pertanda siang hari telah tiba. Keadaan pasar seperti biasa, dipenuhi oleh orang ramai yang datang silih berganti untuk menyediakan keperluan hidup mereka. Di antara mereka tampak seorang lelaki berpostur tinggi dengan tubuh perkasa yang menarik perhatian banyak orang. Wajahnya terbakar oleh sengatan sinar matahari. Dengan langkah yang pasti, dia memasuki pasar Kufah. Saat itu, salah seorang pedagang pasar yang asyik duduk di depan tokonya, menyadari kedatangan lelaki tersebut. Tiba-tiba muncul niat kotornya untuk membuat rekan-rekannya tertawa dengan melontarkan batu dan tanah ke arah lelaki itu.
Lelaki tersebut memalingkan wajahnya dan memandang ke arah orang yang melontarkan batu kepadanya. Tetapi tanpa merasa tersinggung, dia membiarkan peristiwa itu berlalu dan terus melanjutkan perjalanannya. Rekan si penjual itu bukan saja tidak tertawa menyaksikan perbuatan kawan, bahkan dengan rasa gusar dan gelisah berkata kepadanya, “Tahukah engkau siapa yang engkau permainkan tadi?”
Si penjual tersebut menjawab, “Tidak, aku tidak mengenalnya. Menurutku, dia tidak berbeda dengan ratusan orang lain yang lalu lalang di sini setiap hari di hadapan mata kita. Bukankah begitu?”
Salah seorang dari rekan si penjual itu dengan amat gusar sehingga wajahnya berkerut, berkata, “Hei! Bodoh! Tidakkah engkau mengenalinya? Lelaki yang baru lewat itu adalah Malik Asytar, komandan tentera Islam yang terkenal. Kita banyak berhutang budi kepadanya karena pengorbanan dan keberaniannya di medan perang. Celaka engkau! Tidakkah engkau tahu siapa yang telah engkau permainkan tadi?”
Mendengar nama Malik, si pegadang menggigil ketakutan. Dia sungguh menyesali perbuatannya. Dia bahkan sanggup melakukan apa saja demi menebus kesalahannya. Matanya menjadi gelap. Dia tidak tahu kepada siapa harus mengadu. Dalam hati dia berkata, “Aku telah melakukan perbuatan yang bodoh. Aku telah mempermainkan komandan pasukan Islam. Tentu aku akan dihukumnya”
Si pedagang mengambil keputusan untuk pergi menemui Malik Asytar. Bagaimanapun juga dia akan meminta maaf kepadanya. Dia berlari-lari mencari Malik. Tidak lama kemudian, dia berhasil menemukan Malik yang tengah berjalan di kejauhan. Malik membelokkan langkahnya menuju masjid. Si pedagang itupun dengan hati yang bergoncang hebat menuruti langkah Malik dan masuk ke dalam masjid. Dia tidak berani menghampiri Malik. Panglima perang Islam itu berdiri menunaikan shalat. Si penjual memandang ke arah Malik. Malik Asytar, dengan kekhusyukan penuh melaksanakan ibadahnya. Sayup-sayup terdengar suara merdu Malik yang tengah melaksanakan shalat. Suara itu menenangkan hati si pedagang pasar.
Selepas shalat, Malik berdoa. Tak lama setelah beliau selesai memanjatkan doa, perlahan-lahan si pedagang mendatangi Malik. Dia lantas menjatuhkan diri dan bersimpuh di kaki Malik. Dengan suara bergetar dia berkata, “Wahai Malik Asytar, aku telah melakukan perbuatan yang bodoh. Aku tidak mengenalimu. Aku memohon kepadamu untuk memaafkanku. Demi Allah, aku tidak mengenalimu. Engkau adalah seorang lelaki yang mulia dan terhormat.”
Malik Asytar, dengan perlahan-lahan mengangkat lelaki tersebut dan meletakkan tangannya ke atas bahu orang itu. Si lelaki itu dengan susah-payah menatap mata Malik. Malik Asytar dengan lembut berkata, “Aku bersumpah demi Tuhan, bahwa kedatanganku ke masjid ini adalah karena engkau. Sebab aku tahu bahwa karena kejahilanmu, engkau mengganggu orang tanpa sebab. Aku sedih melihatmu. Aku datang ke masjid ini untuk berdoa buatmu dan aku meminta dari Tuhan supaya memberimu petunjuk ke jalan yang benar dan menjauhkan dirimu dari dosa.”
Mendengar kata-kata Malik dan menyaksikan sendiri sifat pemaaf ksatria Islam ini, dia semakin merasa malu. Dia mengucapkan terima kasih kepada Malik Asytar dan kembali ke tempat kerjanya.
Rekan-rekan si pedagang pasar tidak sabar menantikan kedatangannya. Ketika melihatnya dan mendengar kisah yang dia paparkan, mereka memuji Malik Asytar. Salah seorang dari mereka bahkan membawakan sebuah hadis Rasulullah SAW sebagai berikut, “Ampunilah kesalahan orang lain kerana sikap pengampun menambah kemuliaan orang. Seringlah memaafkan supaya Tuhan memuliakanmu.”
Pelajaran yang dapat kita ambil dari sosok Malik bin Asytar diantaranya bahwa Akhlak mulia adalah sebuah hiasan hidup yang seharusnya melekat pada diri siapapun. Terlebih bagi seorang pemimpin. Baginya, kemuliaan akhlak harus menjadi prasyarat utama dan harus menyertainya sebelum dia memiliki kekuasaan.
Pertama, kesederhanaan tidak mengurangi kemuliaan seseorang. Walaupun Malik Al-Asytar begitu sederhana dalam hidupnya –saat itu terlihat dari pakaiannya yang begitu sederhana–, kehormatan dan kewibawaannya  tetap tumbuh dan terpancar dari prilakunya. Orang tetap hormat dan segan padanya. Orang bersalah akan bergetar jiwanya ketika mendengar namanya disebutkan.  Kewibawaannya merasuk kedalam hati siapapun.
Kedua, sifat pemaaf dan tidak pendendam. Sesungguhnya tindakan pedagang  (yang melempar dengan lumpur itu)  sudah di luar batas yang wajar. Dia telah menghina dan merendahkan seseorang, padahal yang ia rendahkan itu belum ia kenali. Dia menghinanya karena penampilannya yang menjijikkan. Namun apa yang kita saksikan, Malik Al-Asytar tidak merasa terganggu sedikitpun dengan ulah si pedagang itu, malah ia langsung menuju masjid untuk memohonkan ampun secara khusus baginya. Sungguh luar biasa.
Kalau kasus itu –pelemparan dengan tanah lumpur– mengenai kita, boleh jadi  kita akan membalasnya lebih dari itu : mungkin dengan memukulnya, menamparnya  atau mungkin dengan bentuk  kekerasan fisik lainnya. Itu semua dilakukan  sebagai wujud emosional kita kepada yang mencemoohkan. Tapi di luar dugaan,  Malik Al-Asytar  malah memaafkannya dan sekaligus memohonkan ampunan baginya.
Kesalehan Malik rasanya sulit ditemukan pada penguasa atau pemimpin pada  zaman sekarang. Padahal pada saat itu Malik Al-Asytar pun adalah penguasa (tangan kanan Imam Ali), yang dengan kekuasaannya bisa memberikan hukuman kepada siapapun yang menghinanya. Tapi malah kita melihat sesuatu yang sebaliknya, sang penguasa itu malah memaafkannya. Inilah kemuliaan akhlak yang seharusnya dimiliki oleh para pemimpin dan penguasa saat ini.
Ketiga, penghinaan adalah akhlak yang tercela.Sebagai umat manusia tidak boleh menghina atau merendahkan kehormatan seseorang. Masih mending jika penghinaan itu  diakhiri dengan penyesalan dan tobat kepada Allah SWT. Tapi bayangkan sebuah penghinaan yang tidak diakhiri dengan penyesalan dan permohonan maaf kepada yang bersangkutan, ini jelas akan berakibat panjang dan mencelakakan.  Sehubungan dengan ini ada sebuah kisah yang patut direnungkan: “Ketika Rasulullah thawaf mengelilingi Ka’bah, beliau berhenti di Multazam,  beliau berkata, ‘Duhai Ka’bah, betapa mulianya engkau, betapa agungnya engkau, betapa luhurnya engkau’. Tetapi demi Zat yang diriku ada di tangan-Nya, kehormatan seorang muslim lebih tinggi dari kehormatan Ka’bah.” Oleh karena itu di dalam Islam termasuk dosa besar menjatuhkan kehormatan seorang muslim, dosanya lebih besar daripada menjatuhkan kehormatan Ka’bah.
Keempat, materi bukan ukuran kemuliaan akhlak. Harga diri, kemuliaan, kewibawaan, dan kekuasaan sungguh tidak diukur dengan banyaknya materi. Kita melihat banyak contoh dalam sejarah, bahwa kemuliaan dan kebesaran pemimpin Islam tidak disandarkan kepada bergelimangnya kekayaan yang dimiliki. Kita lihat Rasul SAW, Imam Ali kw, dan shahabat lainnya lebih memilih kesederhanaan dan hidup bersama kaum mustadhafin daripada menumpuk kekayaan. Prilaku yang sederhana ini tercermin dari kepribadian  murid Imam Ali itu sendiri, Malik Al-Asytar.
Kelima, keberhasilan seorang guru tercermin dari kesalehan murid-muridnya. Kisah  di atas sesungguhnya sekaligus sedang menceritakan keberhasilan seorang guru (Imam Ali kw) dalam mendidik muridnya. Transfer kesalehan kepada seorang murid bukanlah hal yang mudah, dan tidak mungkin dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki kesalehan itu sendiri. Sesungguhnya, suatu kebohongan yang nyata, apabila  seseorang berbicara kesalehan, ketakwaan dan hal-hal yang baik lainnya, tetapi ia sendiri bukan pelaku ketakwaan itu, atau malah penentang kebaikan.
Ingin rasanya akhlak Malik Al-Asytar hadir di tengah-tengah kita dan mewarnai semua aspek kehidupan  : ekonomi, politik, pendidikan dan lainnya. Saya yakin, bila prilaku itu mewarnai kehidupan ekonomi, akan banyak sumber keuangan negara yang  terselamatkan. Keadilan ekonomi akan segera terwujud. Kesederhanaan selalu menghiasi keseharian para pejabat dan penguasa. Himbauan hidup sederhana bukan sekedar slogan belaka, tetapi betul-betul dimulai oleh para pejabat. Para pejabat tidak lagi membahas persoalan-persoalan kemiskinan dan penderitaan rakyat kecil di hotel berbintang dan mewah dengan menggunakan uang rakyat. Kepentingan rakyat kecil betul-betul menjadi perhatian utama  dalam pembangunan. Para pejabat dan politisi tidak lagi sibuk mengurus kepentingan pribadinya (gaji, fasilitas jabatan dan sebagainya), sebelum kepentingan rakyatnya terperhatikan. Ini rasanya yang sungguh-sungguh diharapkan oleh rakyat kecil. Rasanya mereka tidak terlalu berkepentingan dengan apa yang disebut Tatib, koalisi, Fraksi, Komisi, Legislasi dan sebagainya. Bagi mereka persoalannya sederhana saja, yakni hari ini bisa makan atau tidak? Para politisi seharusnya bisa memberikan jawaban itu semua, karena itu yang sangat dinanti-nanti.
Imam Ali bin Abi Thalib berkata:
“Kejujuran akan menyelamatkan kamu walaupun kamu takut kepadanya dan kebohongan mencelakakan kamu walaupun tenteram karenanya”
MALIK AL ASYTHAR
Ar-Rabadzah adalah nama sebuah gurun di antara Makkah dan Madinah. Daerah adalah daerah yang tandus. Tak ada yang mendiami tempat tersebut. Tetapi pada tahun 30 H, ada sebuah kemah di sana. Di dalam kemah itu terdapat seorang lelaki tua, perempuan tua, dan putrid mereka.Lalu mengapa lelaki tua itu mendiami tempat terpencil di tengah gurun tersebut?
Ia tinggal di sana bukan karena keinginannya, melainkan seorang khalifah (Utsman bin Affan ) telah membuangnya ke sana.
Lelaki tua itu menderita sakit dan istrinya selalu menangis. Ia pun bertanya pada istrinya,” Wahai Ummu Dzar, mengapa kau menangis?” Perempuan tua itu menjawab,” Bagaimana aku tidak menangis, sementara engkau menjelang ajal di tengah gurun ini?”
Lelaki tua itu lalu berkata,” Suatu hari, teman-temanku dan aku duduk bersama Rasulullah saw. Kemudian beliau saw. berkata pada kami,’Salah satu dari kalian akan mati di gurun. Dan sekelompok Mukmin akan menghadiri kematiannya.’ Lalu teman-temanku pulang ke rumah mereka masing-masing. Tak seorang pun yang mengingatnya kecuali aku. Seseorang akan datang dan menolongmu.”
Perempuan tua itu kemudian berkata,” Musim Haji telah usai. Tak ada seorang pun yang akan lewat di gurun ini.”
Lelaki tua itu menjawab,” Jangan khawatir! Naiklah ke bukit dan lihatlah jalan yang biasa di lewati kafilah-kafilah.”
Kemudian perempuan tua itu pun pergi ke atas bukit dan meihat.
Setelah lama ia menunggu, di kejauhan perempuan tua itu melihat kafilah datang menujum ke arahnya.
Perempuan tua itu melambaikan sehelai kain. Para penunggang kuda itu heran dan saling bertanya di antara mereka tentang perempuan tua itu yang sendirian berada di tengah gurun.
Mereka lalu mendekatinya dan bertanya tentang keadaannya. Dan ia pun berkata,” Suamiku aku meninggal. Dan tak ada seorang pun yang ada di sampingnya.”
Mereka bertanya,”Siapa suamimu?”
Sambil menangis, perempan tua itu menjawab,”Abu DZar, sahabat Rasulullah!”
Mereka pun terkejut. Lalu mereka berkata,” Abu Dzar! Sahabat Rasulullah! Mari kita lihat dia!”
Rombongan itu masuk ke kemah. Ketika mereka masuk, mereka melihat Abu Dzar sedang tidur di atas tempat tidurnya. Mereka lalu berkata,”Assalamu ‘alaika, wahai sahabat Rasulullah!”
Abu Dzar menjawab,” Wa’alaikum salaam, siapa anda sekalian?”
Salah seorang dari mereka menjawab,” Malik al Harts al Asythar. Dan beberapa orang bersamaku dari Irak. Kami akan pergi ke Madinah untuk berbicara pada khalifah tentang penganiayaan yang kami alami.”
Abu Dzar lalu berkata,”Wahai saudaraku! Bergembiralah! Rasulullah telah mengatakan padaku bahwa aku akan mati di gurun dan ada beberapa orang Mukmin akan menghadiri kematianku.”
Malik dan kawan-kawannya duduk di dalm kemah Abu Dzar. Malik al Asythar merasa kasihan meliaht keadaan Abu Dzar. Dan ia merasa sedih mendengar bani Umayya telah menganiaya sahabat besar itu.
Al Asythar
Malik bin al Harts al Nakhai adalah salah seorang dari suku tua Yaman. Ia telah memeluk Islam sejak masa NAbi saw. dan ia pun sangat setia dengan keislamannya itu.
Ia mengambil bagian dan bertempur dengan gagah berani dalampertempuran Yarmuk. Ia dengan berani menghadang serangan pasukan Romawi atas pasukan kaum Muslim. Sehingga kelopak matanya robekkarena terbelah pedang musuh. Oleh karena itulah ia dijuluki Al Asytar (yang tergores wajahnya karena pukulan).
Pada tahun 30 H, kaum Muslim Kufah dan kaum Muslim yang ada di kota-kota lain menjadi marah atas perlakuan penguasa-penguasa mereka. Sebagai contoh, Al Walid bin Akabah (saudara Khalifah Utsman), Gubernur Kufah, yang kelakuannya sangat bertentangan dengan Islam. Ia adalah peminum khamar (minuman keras) dan menghabiskan waktunya dengan berfoya-foya.
Suatu hari, ia pernah memasuki masjid dalam keadaan mabuk. Ia melakukan salat empat rakaat pada waktu subuh. Kemudian ia berbalik menghadap orang-orang yang sedang beribadah dan berkata dengan sinis,” Apakah salah jika aku menambah salatku?”
Rakyat merasa tidak senang dengan kelakuannya. Mereka mengkritik di pasar-pasar, rumah-rumah, dan di Masjid-masjid.
Orang-orang bertanya-tanya,” Apakah khalifah tidak menemukan penguasa yang baik untuk menggantikan yang buruk ini ?”
“Ia meminum khamar dengan terang-terangan.”
“Ia melanggar ajaran agama dan hak-hak kaum Muslim.”
Akhirnya, rakyat memutuskan untuk meminta nasihat pada orang-orang bijak. Lalu mereka pun mendatangi Malik al Asytar.
Malik berkata pada mereka,”Kita sebaiknya menasehatinya terlebih dahulu. Bila tidak bisa dinasehati, kita laporkan pada khalifah kelakuan buruknya.”
Malik dan beberapa orang pergi ke istana untuk menghadap al Walid. Ketika mereka sampai di istana, mereka melihat al Walid sedang minum khamar seperti biasanya. Mereka menasihatinya untuk berbuat baik. Tetapi ia justru membentak dan mengusir mereka.
Akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke Madinah untuk menemui khalifah Utsman dan mengatakan padanya tentang masalah ini.
Para utusan itu bertemu dengan khalifah dan melaporkan kelakuan buruk al Walid. Namun saying, Khalifah justru membentak dan mengusir mereka. Bahkan ia pun menolak untuk mendengarkan keluhan mereka. Sehingga mereka menjadi kecewa.
Mereka lalu berpikir untuk menemui Imam Ali bin Abi Thalib, sepupu Nabi Muhammad Saw, karena beliaulah satu-satunya harapan untuk memperbaiki keadaan.
Utusan
Sementara itu, seluruh kaum Muslim mengeluhkan kelakuan buruk para penguasa kotanya.
Para sahabat pergi ke rumah Imam Ali. Mereka mengatakan pada beliau tentang penganiayaan dan korupsiyang dilakukan para penguasa tersebut.
Imam Ali sedih mendengar berita itu. Sehingga beliau pergi ke istana Khalifah. Beliau menemui Utsman dan menasehatinya,” Wahai Utsman, kaum Muslim mengeluh tentang penganiayaan yang dilakukan para penguasa. Dan engkau mengetahuinya dengan baik. Aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda,”Di hari kiamat nanti, penguasa yang zalim akan diseret ke neraka. Dan tak seorang pun yang mendukung atau membebaskannya. Kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka. Ia akan jatuh berputar-putar hingga ia mencapai kerak neraka.”
Utsman berpikir sejenak. Ia menundukkan kepalanya dengan sedih. Ia mengakui kesalahannya. Dan ia berjanji bahwa ia akan bertobat kepada Allah dan memohon maaf pada kaum Muslim.
Imam Ali pergi dan memberi tahukan kabar baik itu pada kaum Muslim. Mereka semua bergembira.
Tetapi arwan, seorang munafik, berkata pada Khalifah,” Engkau sebaiknya mengancam rakyat sehingga tak seorang pun yang berani melawan Khalifah.”
Revolusi
Utsman melanggar janjinya. Ia tidak berkelakuan baik dan tidak mengganti gubernurnya. Pada saat yang sama, ia menggunakan kebijakan keras untuk melawan rakyat. Muawiyah, Gubernur Syam, menyarankan Khalifah agar mengusir para sahabat Nabi Saw.
Khalifah pun membuang Abu Dzar, seorang sahabat besar, ke Rabadzah, di mana ia meninggal di sana. Ia menganiaya Ammar bin Yasir, yang juga seorang sahabat besar.
Khalifah juga mencambuk Abdullah bin Mas’ud. Karenanya, rakyat mengeluhkan keputusan Utsman dan para gubernurnya itu.
Para sahabat Nabi Muhammad saw. mengirim banyak surat ke kaum Muslim yang ada di seluruh kota. Surat-surat itu berbunyi sebagai berikut:” Kaum Muslim, mari bergabung dengan kami. Selamatkan kekhalifahan. Kitabullah (Alquran) dan sunnah Nabi telah diselewengkan. Maka, bergabunglah dengan kami jika kalian beriman kepada Allah dan hari pembalasan.”
Kaum Muslim berduyun-duyun datang ke Madinah dari berbagai penjuru. Malik al Asytar mewakili para pemberontak. Ia mengadakan pertemuan dengan Utsman untuk membahas permasalahan pemerintahan kaum Muslim.
Para pemberontak meminta Utsman untuk menanggalkan kekuasaannya. Tetapi Utsman menolak hal tersebut. Imam Ali mencoba untuk memperbaiki keadaan. Namun, semua usaha beliau sia-sia.
Kaum Muslim tidak senang dengan penganiayaan yang dilakukan Utsman dan para gubernurnya yang zalim itu. Sementara Utsman tetap keras kepala memaksakan keputusannya.
Para pemberontak mengepung istana Utsman. Sehingga Imam Ali meminta kedua putranya, Al Hasan dan Al Husain as, untuk menjaga Utsman.
Para pemberontak memanjat dinding-dinding istana. Mereka menorobos masuk ke dalam ruangan khalifah dan membunuhnya. Sementara itu, Marwan dan kaum munafik lainnyamelarikan diri.
Thalhah dan Zubair berambisi untuk menjadi Khalifah . Sehingga mereka pun membantu pemberontakan. Tetapi rakyat berpikir hanya satu orang yang layak menjadi khalifah. Dan orang itu adalah Imam Ali.
Rakyat berbondong-bondong mendatangi rumah Imam Ali. Mereka meminta beliau menjadi Khalifah. Tetapi Imam Ali menolaknya.
Malik al Asytar dan sahabat-sahabat yang lain tetap mendesak agar Imam Ali menjadi Khalifah. Malik menyeru rakyat dengan bersemangat,”Wahai umat, ini adalah Khalifah Rasulullah. Ia telah belajar ilmu-ilmu Rasulullah. Alquran telah menyebut keimanannya. Rasulullah berkata padanya bahwa ia masuk ke surga Al Ridwan. Kepribadiannya sempurna. Orang-orang dari masa lampau maupun sekarang mengakui tindakan dan pengetahuannya.”
Oleh karena itu, Malik al Asythar adalah orang yang pertama membai’at (menyatakan sumpah setianya kepada) Imam Ali untuk menjadi Khalifah. Kemudia kaum Muslim mengikutinya.
Ketika Imam Ali menjadi Khalifah, babak baru dimulai. Beliau memecat semua penguasa zalim. Sebagai gantinya, beliau menunjuk orang-orang yang saleh.
Perang Jamal
Beberapa orang berambisi menjadi khalifah. Thalhah dan Zubair adalah dua orang diantaranya. Mereka pergi ke Makkah untuk mendesak Aisyah, putrid Abu Bakar, untuk mengadakan pemberontakan guna melawan Imam Ali.
Marwan mengambil keuntungan dari keadaan itu. Ia mulai menggunakan uang kaum Muslim yang ia curi, untuk membentuk pasukan besar. Ia mengumumkan bahwa ia akan membalas dendam pada para pembunuh Utsman.
Pasukan itu menuju Basrah. Mereka tumbangkan gubernurdi daerah itu dan mengusirnya. Mereka pun merampok baitulmal (perbendaharaan harta kaum Muslim).
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib menghadapi pemberontak dengan gigih. Beliau menuju Basrah untuk meminta rakyat di sana berjuang melawan pemberontak itu.
Beliau juga mengutus Al Hasan dan Ammar bin Yasir ke Kufah, meminta rakyat di sana untuk bergabung melawan pemberontak. Namun gubernur Kufah, Abu Musa al Asy’ari, justru mencegah rakyat untuk berjuang dan juga memerintahkan rakyat untuk tidak mematuhi Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib.
Hari-hari berlalu, tetapi Al Hasan dan Ammar bin Yasir belum kembali. Sehingga, Imam Ali kemudian mengirim Malik Asythar untuk menyusul mereka berdua.
Malik Asythar adalah seorang pemberani dan bersemangat tinggi. Ia menyadari bahwa orang-orang Kufah akan selalu mendukung Imam Ali melawan musuh-musuh beliau. Dan ia mengerti bahwa Abu Musa lah yang menghalangi mereka.
Malik Asythar tiba di Kufah dan mulai mengundang rakyat untuk mengikutinya. Sejumlah orang menaatinya. Sehingga ia mulai menyerang istana Gubernur dan membubarkan para pengawal yang ada di sana.
Saat itu, Gubernur Abu Musa al Asy’ari meminta Malik Asythar untuk memberikan waktu beberapa hari baginya untuk meninggalkan Kufah. Malik menyetujuinya. Pada hari yang sama, Malik al Asythar bergegas menuju masjiduntuk mendorong rakyat agar mendukung Imam Ali.
Sehingga akhirnya Malik dapat membentuk pasukan besar. Pasukan itu berjumlah lebih dari 18 ribu orang. Al Hasan memimpin sembilan ribu orang. Mereka bergerak lewat darat. Dan sebagian yang lain bergerak lewat sungai. Tujuannya adalah untuk bergabung dengan pasukan Imam Ali di Dziqar, bagian selatan Irak.
Imam Ali memimpin pasukan bergerak menuju Basrah, dimana beliau berhadapan dengan pasukan Aisyah. Pemimpin pasukan Aisyah adalah Thalhah, Zubair, dan Marwan bin Hakam.
Malik al Asythar memimpin di sayap kanan. Ammar bin Yasir memimpin di sayap kiri. Imam Ali memimpin di tengah pasukan. Dan Muhammad ibnu al Hanafiah, anak Imam Ali, membawa bendera.
Pasuka Aisyah mulai menyerang pasukan Imam Ali. Mereka menghujani pasukan Imam Ali dengan panah. Sehingga beberapa pasukan terbunuh dan sebagian lainnya terluka-luka.
Pasukan Imam Ali ingin mundur satu per satu. Tetapi Imam Ali menghentikan mereka dan berkata,” Siapa yang mau mengambil Alquran ini dan pergi ke mereka untuk menyerukan mereka agar kembali kepadanya?
Seorang pemuda berkata,”Amirul Mukminin, aku akan membawanya.”
Lalu ia memimpin pasukan penunggang unta dengan mengangkat Alquran. Dan Aisyah pun berteriak, “Panah dia!”
Segera pasukan panah menyerangnya. Ia pun jatuh ke tanah dan menjadi syahid.
Saat itu, Amirul Mukminin mengangkat tangannya ke langit. Beliau berdoa pada Allah SWT agar memberikan merek kemenangan. Kemudian beliau pun berkata,” Ya Allah, mata ini memandang-Mu! Dan tangan-tangan ini mengulur (pada-Mu)! Tuhanku, hakimilah umat kami dan kami dengan keadilan! Dan Engkau adalah sebaik-baiknya hakim!”
Kemudian Imam memerintahkan pasukannya untuk melancarkan serangan. Malik al Asythar pun maju. Ia bertempur dengan gagah berani. Pertempuran sengit terjadi di sekitar riuhnya unta.
Imam menyadari bahwa dengan membunuh unta ia dapat mengakhiri pertumpahan darah, itu akan mengakhiri pertempuran antara dua pasukan tersebut.
Sehingga atas perintah Imam, Malik al Asythar segera melancarkan serangan kea rah unta. Ia bertempur dengan gagah berani dan jujur. Ia tidak membunuh mereka yang terluka. Ia tidak memburu mereka yang melarikan diri.
Malik al Asythar meneladani Imam Ali. Ia mencintai Khalifah Rasulullah saw. itu. Imam juga mencintai Malik, karena ia orang yang takut pada Allah. Dan Allah mencintai siapa pun yang takut pada-Nya.
Kemenangan
Setelah pertempuran sengit, pasukan Imam membunuh unta-unta. Sehingga pasukan musuh menjadi lemah semangatnya dan mulai melarika diri dari medan tempur.
Imam memerintahkan pasukannya untuk menghentikan perang. Dan beliau juga memerintahkan pasukannya untuk memperlakukan Aisyah dengan baik dan membawanya kembali ke Madinah.
Imam membebaskan tawanan perang. Imam pun memerintahkan untuk merawat mereka yang terluka. Dan Imam membebaskan mereka semua.
Di Kufah
Setelah beberapa hari tinggal di Basrah, Imam Ali pergi menuju Kufah.
Dalam peperangan, Malik al Asythar bertempur dengan berani layaknya singa. Sehingga musuh-musuh takut padanya. Tetapi pada kesehariannya, ia adalah lelaki miskin. Ia mengenakan pakaian sederhana. Ia berjalan dengan rendah hati. Oleh karena itu, kebnyakan orang tidak mengenalnya.
Suatu hari, Malik al Asythar berjalan di jalanan, dan ada seorang bodoh sedang makan beberapa butir kurma dan melemparkan biji-bijinya.
Malik al Asythar melewati orang bodoh itu. Si bodoh itu lalu melemparkan biji kurma kea rah Malik. Biji kurma itu mengenai punggung Malik. Orang bodoh itu pun menertawainya.
Seorang laki-laki melihat kelakuan orang bodoh itu. Ia lalu berkata padanya,” Apa yang kau lakukan? Tahukah kau siapa laki-laki itu?”
Orang bodoh itu menjawab,” Tidak, Siapa dia?”
Orang itu berkata,” Ia adalah Malik al Asythar!”
Malik melanjutkan perjalanannya. Ia tidak memedulikan orang bodoh itu. Ia ingat bagaimana orang-orang musyrik memperlakukan Nabi Muhammad saw. dengan buruk di Makkah. Mereka melempari Nabi saw. dengan debu dan kotoran, tetapi Nabi saw. tetap diam. Malik pun masuk ke dalam masjid, dan ia mulai memohon kepada Allah SWT.
Laki-laki bodoh tadi segera berlari. Ia masuk kedalam masjid, lalu memeluk Malik seraya meminta maaf dan berkata,” Aku meminta maaf atas kelakuan burukku tadi! Terimalah permintaan maafku ini.” Malik pun menjawab dengan tersenyum,” saudaraku, jangan khawatir. Demi Allah, aku masuk ke masjid ini untuk memohon kepada Allah agar Ia memaafkanmu.
Perang Shiffin
Imam Ali memilih orang-orang saleh untuk menjadi gubernur di kota-kota. Beliau menunjuk Malik al Asythar menjadi Gubernur Mosul, Sinjar, Nasibin, Hit, dan Anat. Itu adalah daerah-daerah di perbatasan Syam.
Muawiyah tidak mematuhi Khalifah Ali. Ia pun menjadi dictator di Syam. Bahkan ia ingin melakukan pemberontakan terhadap Imam Ali dengan dalih menuntut balas atas kematian Utsman bin Affan.
Imam Ali mencoba menempuh jalan damai. Imam mengajak Muawiyah untuk mematuhi beliau. Imam mengirim beberapa surat kepada Muawiyah. Dan mengirim beberapa utusan untuk berbicara kepadanya. Tetapi, semua usaha Imam Ali sia-sia. Muawiyah tetap ingin melakukan pemberontakan.
Oleh karena itu, tidak ada jalan lain bagi Imam Ali kecuali menghadapi pemberontakan Muawiyah tersebut. Imam Ali lalu membentuk pasukan dan menyerahkan komandonya kepada Malik Asythar.
Pasukan pmaju menuju Syam. Ketika tiba di Kirkisya, terjadilah bentrokan dengan pasuklan Muawiyah yang dipimpin oleh Abi al Awar al Salmi.
Malik al Asythar mencoba membujuk Abi al Awar al Salmi untuk mengakhiri pemberontakan dan mematuhi Amirul Mukminin. Tetap ia menolaknya.
Malam harinya, pasukan Muawiyah mengambil kesempatan dengan melancarkan sebuah serangan mendadak. Tindakan itu bertentangan dengan agama dan etika perang, Karena kedua kubu tersebut sedang dalam perundingan.
Pasukan Imam melawan seranga mendadak itu. Mereka membunuh dan melukai banyak penyerang dan memaksa lainnya untuk mundur ke tempat asal mereka.
Malik al Asythar menunjukkan lagi keberaniannya. Ia mengirim utusan untuk menemui Abi al Awar untuk mengundangnya berduel dengan pedang. Utusan itu berkata,” Wahai Abi al Awar, Malik al Asythar mengundangmu untuk berduel dengannya!”
Pemimpin pasukan Muawiyah itu menjadi takut dan dengan perasaan kecut berkata,” Aku tidak ingin berduel dengannya!”
Muawiyah memimpin sebuah pasukan besar untuk bergabung dengan pasukan Abi al Awar al Salmi. Kedua kubu bertemu di dataran Shiffin di tepi Sungai Eufrat.
Beberapa unit pasukan Muawiyah berhasil menduduki tepi sungai dan mengepung sungai tersebut untuk mencegah pasukan Imam Ali mengambil air.
Tindakan ini juga bertentangan dengan hukum Islam dan hukum perang. Lalu Imam Ali mengutus Sasa’ah bin Suhan, salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw., untuk berbicara kepada Muawiyah.
Sasa’ah mendatangi kemah Muawiyah dan berkata,” Hai Muawiyah, Ali berpesan,’Biarkan kami mengambil sedikit air. Lalu kami akan memutuskan selanjutnya antara kalian dan kami. Jika tidak, kalian dan kami akan bertempur hingga si pemenang yang akan minum.”
Muawiyah terdiam sejenak lalu berkata,” Aku akan menjawabnya nanti.”
Utusan Imam Ali pergi. Muawiyah meminta saran dari beberapa orang. Al Walid berkata dengan marah,” Cegah mereka dari meminum air untuk memaksa mereka menyerah.”
Mereka setuju dengan pendapat tersebut. Muawiyah mempekerjakan orang-orang jahat di sekelilingnya . Mereka adalah pelanggar hukum-hukum Islam dan hak asasi manusia.
Malik al Asythar mengamati gerakan pasukan yang ada di tepi sungai. Ia melihat perbekalan pasukan tersebut. Sehingga ia sadar bahwa Muawiyah akan memperketat pengepungan sungai itu.
Tentara Imam menjadi haus. Malik pun demikian. Seorang tentara berkata padanya,” Adam sedikit air dalam tempat minumku, minumlah.” Malik menolaknya dan berkata,” Aku tak akan minum sebelum seluruh pasukanku minum!”
Malik pergi menemui Imam Ali dan berkata,” Amirul Mukminin, pasukan kita kehausan. Tidak ada jalan lagi bagi kita selain bertempur.” Imam menjawab, Baiklah.”
Imam Ali menyampaikan sebuah Khutbahdan mendorong mereka untuk bertempur dengan berani. Ia maju ke tepi sungai Eufrat.
Setelah pertempuran sengit terjadi, Malik dapat menguasai kembali tepi sungai dan memaksa pasukan Muawiyah untuk menarik diri.
Pasukan Muawiyah menjadi jauh dari air. Sehingga mereka pun berpikir untuk membuat tipu muslihat demi menguasai kembali sungai Eufrat tersebut.
Pada hari berikutnya, sebuah anak panah jatuh diantara pasukan Imam. Di panah itu terikat sepucuk surat. Para tentara membaca surat itu dengan hati-hati. Mereka dengan cepat menceritakan pesan itu satu sama lain. Pesan itu berbunyi,” Dari seorang saudara setia di pasukan Syam (pasukan Muawiyah), Muawiyah akan membuka bendungan sungai itu untuk menenggelamkan kalin. Maka, berhati-hatilah!”
Pasukan Imam percaya pada berita itu dan mundur. Sehingga pasukan Syam mengambil kesempatan dari keadaan itu dan merebut kembali tepi sungai .
Namun pasukan Imam kemudian melancarkan serangan dan mengusir pasukan Syam dari daerah itu.
Muawiyah sanagt khawatir, sehingga ia bertanya kepada Amr bin Ash,” Apakah menurutmu Ali akan mencegah kita meminum air?” Amr bin Ash menjawab,” Ali tak akan melakukan apa yang kamu lakukan.”
Pasukan Syam juga merasa khawatir. Namun, segera mereka mendengar bahwa Imam mengizinkan mereka datang ke sungai dan minum air.
Beberapa orang Syam pun menyadari perbedaan kualitas diri Muawiyah dan Imam Ali. Muawiyah melakukan segala cara untuk memenangkan peperangan. Tetapi Imam Ali tidak berpikir untuk melakukan semua itu. Ia melakukan tindakan yang baik, terpuji, dan berperikemanusiaan.
Oleh karena itu, beberapa tentara Syam meninggalkan kubu Muawiyah dengan diam-diam di malam hari. Mereka bergabung dengan pasukan Imam Ali karena kubu Imam Ali selalu mewakili kebenaran dan kemanusiaan.
Muawiyah
Muawiyah merasa tidak senang kepada Malik al Asythar, karena keberaniannya membuat pasukan Imam Ali berperang dengan penuh semangat, dan pada saat yang sama mencemaskan pasukan Syam.
Sehingga Muawiyah memutuskan untuk membunuh Malik al Asythar melalui duel pedang. Ia memerintahkan Marwan untuk berduel dengan Malik. Tetapi Marwan takut pada Malik. Oleh karena itu, ia meminta maaf kepada Muawiyah dan berkata,” Biarlah Amr bin Ash yang berduel dengannya karena ia adalah tangan kananmu.”
Kemudian Muawiyah memerintahkan Amr bin Ash untuk berduel dengan Malik. Amr bin Ash dengan rasa enggan menyetujui rencana Muawiyah tersebut.
Amr lalu memanggil Malik untuk berduel dengannya. Malik maju ke arah Amr bin Ash dengan memegang tombaknya. Malik memukulnya dengan keras tepat pada wajah, sehingga Amr bin Ash pun melarikan diri ketakutan.
Kesyahidan Ammar
Peperangan menjadi bertambah hebat. Ammar memimpin di sayap kiri. Meskipun ia sudah tua, namun ia bertempur dengan gagah berani.
Ketika matahari hampir terbenam, Ammar bin Yasir meminta sedikit makanan untuk berbuka puasa.
Seorang tentara membawakan untuknya secangkir penuh yoghurt (susu asam). Ammar menjadi gembira dan berkata,” Malam ini, aku mungkin syahid karena Rasulullah saw. telah berkata padaku,’Ammar, sekelompok orang zalim akan membunuhmu, dan makanan terakhirmu di dunia adalah secangkir yoghurt.”
Sahabat besar itu pun berbuka puasa dan lalu maju ke medan pertempuran. Ia bertempur dengan gagah berani. Namun akhirnya ia pun jatuh ke tanah dan syahid.
Imam Ali datang dan duduk di dekat kepala Ammar lalu berkata dengan sedih,” Semoga Allah merahmati Ammar di hari ia menjadi syahid. Semoga Allah merahmati Ammar di hari ia dibangkitkan dari kematian. Wahai Ammar nikmatilah surgamu.”
Kesyahidan Ammar di pertempuran itu sangat mempengaruhi jalannya pertempuran itu sangat mempengaruhi jalannya pertempuran. Pasukan Imam berada dalam semangat yang tinggi. Sementara itu, pasukan Muawiyah justru berada dalam semangat yang rendah.
Semua kaum Muslim menjadi teringat pada sabda Rasulullah saw. kepada Ammar bin Yasir. Hadis itu berbunyi,” Wahai Ammar, kelompok orang-orang zalim akan membunuhmu.”
Sehingga semua menjadi demikian jelas bahwa Muawiyah dan tentaranya adalah salah, sementara Imam Ali dan sahabat-sahabatnya adalah benar.
Oleh karena itu, pasukan Imam Ali semakin meningkatkan serangannya atas pasukan Muawiyah. Muawiyah dan pasukannya bersiap untuk melarikan diri.
Tipuan Baru
Muawiyah berpikir untuk memperdayai pasukan Imam. Sehingga ia pun meminta saran kepada Amr bin Ash. Lalu Amr berkata,” Aku yakin kita dapat menipu mereka dengan Alquran.”
Muawiyah gembira dengan siasat licik itu dan memerintahkan tentaranya untuk mengangkat Alquran dengan tombak-tombak mereka.
Ketika pasukan Imam melihat Alquran , mereka berpikir untuk menghentikan pertempuran. Siasat licik Muawiyah ini berhasil menipu beberapa tentara Imam Ali.
Imam lalu berkata,”Itu adalah tipuan! Akulah yang pertama mengajak mereka pada kitabullah. Dan akulah yang pertama mengimaninya. Meraka tidak mematuhi Allah dan melanggar ketetapan-Nya.
Namun tetap saja 20 ribu tentara Imam tidak mau mematuhi perintah beliau dan berkata,” Hentikan pertempuran dan perintahkan Al Asythar untuk mundur!”
Imam akhirnya mengutus seorang tetara kepada Al Asythar untuk menghentikan pertempuran. Malik Al Asythar pun terpaksa mundur. Ia berkata,” Tidak ada kekuatan dan kekuasaan kecuali milik Allah.
Tahkim
Malik al Asythar mengetahui bahwa tindakan Muawiyah itu hanyalah tipuan. Tetapi ia tetap mematuhi perintah Imam agar tak ada bencana yang terjadi. Ia adalah seorang pemimpin yang pemberani dan prajurit yang patuh.
Pertempuran pun berhenti. Dan kedua kubu menyetujui untuk bertahkim (memutuskan hukum) dengan Kitabullah.
Muawiyah mengirim Amr bin Ash untuk mewakilinya dalam negosiasi itu. Dan Imam memilih seorang yang siaga dan bijaksana. Orang itu juga mesti memiliki pengetahuan yang baik tentang Kitabullah. Sehingga, beliau memilih Abdullah bin Abbas, seorang yang berpengetahuan tinggi tentang agama.
Tetapi kubu pasukan pemberontak yang tidak mematuhi Imam menolaknya dan berkata,” Kami memilih Abu Musa al Asy’ari.”
Imam menjawab,” Aku tidak setuju dengan pilihan kalian. Abdullah bin Abbas lebih baik darinya.”
Sekali lagi para pemberontak itu menolak keputusan Imam. Sehingga, Imam berkata, ” Aku akan memilih Al Asythar.”
Mereka juga menolak Al Asythar. Mereka tetap kukuh memilih Abu Musa al Asy’ari. Akhirnya, demi menghindari terjadinya malapetaka, Imam lalu berkata,” Lakukan apa yang kalian suka!”
Kemudian kedua wakil itu bertemu untuk berbicara. Amr bin Ash berpikir tentang sebuah rencana yang sekiranya dapat diterima oleh al Asy’ari. Amr berkata padanya,” Wahai Abu Musa, Muawiyah dan Ali telah menyebabkan semua kesulitan ini. Sehingga, marilah kita tinggalkan mereka dan memilih orang lain.”
Abu Musa al Asy’ari tidak menyukai Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Sehingga, ia pun setuju dengan rencana itu. Ia lalu berkata di depan orang-orang,” Aku melepaskan Ali dari kekhalifahan sebagaimana aku melepaskan cincin dari jariku.” Kemudian ia pun melepaskan cincinnya.
Namun Amr bin Ash justru berkata dengan tegas,” Aku menempatkan Muawiyah pada kekhalifahan sebagaimana aku menempatkan cincin kejariku.” Kemudian ia memakai cincinnya.
Para tentara Imam, yang telah membangkan tadi , menyesali perbuatan mereka yang salah itu. Tetapi mereka tetap berkeras untuk tidak patuh pada Imam. Malah mereka meminta Imam untuk bertaubat kepada Allah (karena mau berdamai dengan Muawiyah) dan melanjutkan peperangan lagi.
Tetapi Imam menghormati janji dan kesepakatan yang telah dibuat. Beliau menyetujui gencatan senjata dengan Muawiyah dan menghentikan peperangan selama setahun.
Imam meminta prajuritnya itu untuk bersabar selama setahun. Tetapi mereka tetap tidak mau patuh pada Imam. Mereka itulah yang disebut kaum Khawarij.
Racun dan Madu
Imam mengutus Malik al Asythar untuk menggantikan posisi Muhammad bin Abu Bakar sebagai Gubernur Mesir. Imam berkata kepadanya,” Malik, semoga Allah merahmatimu, pergilah ke Mesir. Allah sangat percaya padamu. Berserahdirilah kepada Allah! Gunakan kelembutan pada tempatnya dan kekerasan juga pada tempatnya.”
Malik al Asythar pun segera berangkat ke Mesir.
Muawiyah merasa khawatir dengan kepergian Malik ke Mesir, karena ia tahu bahwa Malik akan dapat menhalangi rencananya untuk menguasai Mesir. Oleh karena itu, Muawiyah merencanakan sebuah cara untuk membunuhnya.
Muawiyah biasa menggunakan racun yang dicampurkan pada madu untuk membunuh musuh-musuhnya. Mawiyah mendapatkan racun tersebut dari Romawi. Orang-orang Romawi mengizinkan Muawiyah membelinya karena mereka tahu bahwa ia menggunakannya untuk membunuh kaum Muslim.
Amr bin Ash berkata pada Muawiyah,” Aku kenal seorang laki-laki yang tinggal di kota Al Qilzim di perbatasan Mesir. Ia memiliki tanah yang luas di sana. Pasti Malik al Asythar akan melewati kota itu dan berhenti di sana untuk beristirahat.
Muawiyah lalu berkata,”Kirim seorang utusan untuk mengatakan padanya agar membunuh Al Asythar dan kita akan membebaskannya dari pajak seumur hidup.”
Utusan Muawiyah dengan segera pergi ke Mesir dengan membawa madu beracun, dan membujuk laki-laki itu untuk meracuni Malik al Asythar.
Kesyahidan
Laki-laki itu setuju dengan rencana Muawiyah. Ia mengambil madu beracun itu, dan menanti kedatangan Malik.
Setelah beberapa hari, Malik tiba di kota Al Qilzim. Laki-laki itu lalu mengundang Malik untuk makan siang di rumahnya. Malik al Asythar menerima undangan itu dengan penuh hormat.
Laki-laki itu segera meletakkan secangkir madu beracun tadi di atas meja. Malik lalu meminum sesendok madu beracun tersebut. Dan seketika ia pun merasakan sakit yang hebat pada perutnya. Ia segera sadar bahwa ada yang merencanakan itu. Lalu ia meletakkan tangannya di atas perut dan berkata,” Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang. Sungguh kita adalah milik Allah dan kita akan kembali kepada-Nya!”
Malik al Asythar menjemput kematiannya dengan keberanian seorang beriman, yang mengetahui bahwa jalannya adalah Islam dan surga.
Mendengar Malik telah syahid, Muawiyah serasa terbang karena gembira. Sehingga ia berkata,” Ali bin Abi Thalibmempunyai dua tangan. Aku telah memotong satu diantaranya pada perang Shiffin. Ia adalah Ammar bin Yasir. Dan hari ini, aku telah memotong tangannya yang lain. Ia adalah Malik al Asythar.”
Amirul Mukminin merasa sangat sedih. Beliau pun menyatakan perasaan duka citanya,” Semoga Allah merahmati Malik. Ia mencintai dan mematuhiku sebagaimana aku mencintai dan mematuhi Rasulullah.”
Dengan cara seperti itu Malik Al Asythar mengakhiri kehidupannya yang penuh dengan jihad. Kecemerlangan tinkah lakunya akan menjadi teladan bagi para pemuda Muslim di mana pun.
” Aku telah mengirim seorang di antara hamba Allah terberani. Ia lebih kuat dari api dalam melawan kebusukan. Ia adalah Malik bin Harts al Asythar. Ia adalah seorang yang lembut dalam damai. Ia pun seorang yang tenang dalam peperangan. Ia mempunyai pandangan yang nyata dan kesabaran yang baik.” (Imam Ali bin Abi Thalib).[]

KH. Said Aqil Sirodj: Wahabi Itu Pintu ke Teroris


Wahabi Kontributor Teror Bom Memang Terbukti

Ini bukan fitnah, muhammad ibnu abdul wahab adalah pembawa fitnah, kalian (Wahabi pengikut) telah termakan dengan faham sesat itu karena uang, gratis sekolah.
Setidaknya hal itu tercermin dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siradj pada harian Republika (3/10/2011). Artikel berjudul “Radikalisme, Hukum, dan Dakwah” ini menarik untuk dicermati, karena KH Said Aqil telah mengaitkan antara pergerakan dakwah Wahabi dengan radikalisme. Beliau bahkan membuat istilah baru tentang dakwah Wahabi, yaitu “ideologi puritanisme radikal.”

Tulisan KH Said Aqil adalah, “Kita bisa mencermati pergerakan paham Wahabi di negeri kita yang secara mengendap-endap telah memasuki wilayah pendidikan dengan menyuntikkan ideologi puritanisme radikal, semisal penyesatan terhadap kelompok lain hanya karena soal beda masalah ibadah lainnya. Di berbagai daerah bahkan sudah terjadi ‘tawuran’ akibat model dakwah Wahabi yang tak menghargai perbedaan pandangan antar-muslim. Model dakwah semacam ini bisa berpotensi menjadi ‘cikal bakal’ radikalisme.”

Pada alinea lain, KH Said Aqil mengusulkan agar dilakukan “sterilisasi” masjid-masjid yang berpotensi menjadi sarang kelompok puritan radikal, sebuah kelompok yang menurutnya seringkali menimbulkan “tawuran” di tengah masyarakat. Dalam kesempatan lain, KH Said Aqil bahkan meminta masyarakat untuk mewaspadai 12 yayasan dari Timur Tengah yang ditengarai mendapat suntikan dana dari kelompok Wahabi.
Tulisan KH. Said Aqil Siradj yang dimuat dalam harian ini seolah menyatakan bahwa memerangi ideologi teror sama dengan memerangi ideologi puritan radikal yang diusung oleh kelompok yang ia sebut sebagai

Wahabi. Kelompok yang saat ini menurutnya mengendap-endap di dunia pendidikan, membawa suntikan beracun berisi “ideologi puritan radikal”.
 
KH. Said Aqil Sirodj: Wahabi Itu Pintu ke Teroris
Wawancara:

KH. Said Aqil Sirodj: Wahabi Itu Pintu ke Teroris

Saya tidak mengatakan Wahabi teroris akan tetapi ajaran Wahabi itu bisa membuka pintu dan peluang ke arah teroris. Ketika ada orang yang mengatakan ziarah kubur itu musyrik, bagi anda yang sudah di doktrin mendengar itu, berarti orang NU musyrik, berarti boleh dibunuh. Tinggal tunggu tanggal kapan dia punya keberanian membunuh atau dia tega dan ada kesempatan atau tidak. 
Semakin meluasnya paham Wahabi di tanah air dianggap sebagai ancaman bagi organisasi Islam terbesar, Nahdlatul Ulama. Hingga Ketua Umum PBNU, Said Aqil Sirodj harus meneriakan perlawanan terhadap gerakan yang ditudingnya sebagai kelompok Islam ekstrim ini.
Paham yang di tempat asal awalnya memperjuangkan purifikasi (pemurnian- red) agama Islam ini, di Indonesia dinilainya telah berkembang menjadi kelompok intoleran dan bahkan menjadi paham yang menularkan kekerasan dan terorisme.

Paham ini juga dianggap mengancam kemapanan keberagamaan dan toleransi. Karena itu NU menyayangkan tidak adanya antisipasi pemerintah terhadap meluasnya paham ini. Berikut wawancara tim Prioritas dengan Said Aqil.

Bagaimana anda mengidentifikasi gerakan Wahabi di Indonesia?

Sejak tahun 80-an mulai banyak jaringan Arab Saudi yang bukan jaringan negara tetapi jaringan LSM-nya. Menyebarkan ajaran radikalisme ke seluruh negara non Arab, seperti Pakistan, India, Banglades, dan Indonesia. Di Afrika gerakan ini mengganti nama dari Wahabi menjadi Salafi. Itu ide dua orang Nassirudin Al Albani orang Madinah dan Syekh Mukbil Al- Wakdi di kota Damaz Yaman. Yang salah satu muridnya Jafar Umar Thalib itu.Ini dari sana sama sekali tidak membenarkan pergerakan, tapi hanya purifikasi akidah, seperti memusyrikan tahlil dan haul.

Sekarang ada Wahabi yang ekstrim tinggalnya di London, Abdullah Syururi, ini Wahabi yang pergerakan. Di Indonesia dua-duanya ada di sini. Yang sebatas purifikasi akidah, ini kebanyakan tidak membangun organisasi resmi, pokoknya ceramah sana sini. Tapi ada juga yang harokah, berupa gerakan politik.

Bagaimana membedakan gerakan ini bukan formal kerajaan Arab Saudi, sementara paham ini menjadi mahzab resmi di sana?

Begini, Wahabi dahulu pertama kalinya berdiri memang keras berdarah- darah. Yang menentang di bunuh, kalau tidak menentang minimal tidak boleh mengajar. Namun setelah kekuasaan Abdul Aziz stabil, lalu ada amnesti, walaupun bukan Wahabi dipanggil pulang. Artinya kerajaan Saudi sangat berkembang. Raja Faisal orang yang pertama kali membuka televisi dan madrasah perempuan ini, ditentang oleh ulama-ulama sampai dia ditembak, dibunuh karena melenceng dari mazhab Wahabi.Sekarang pun di sana masih begitu, antara pemerintah dan fundamental itu berseberangan.

Saya tidak mengatakan Wahabi teroris akan tetapi ajaran Wahabi itu bisa membuka pintu dan peluang ke arah teroris. Ketika ada orang yang mengatakan ziarah kubur itu musyrik, bagi anda yang sudah di doktrin mendengar itu, berarti orang NU musyrik, berarti boleh dibunuh. Tinggal tunggu tanggal kapan dia punya keberanian membunuh atau dia tega dan ada kesempatan atau tidak.

Jadi munculnya gelombang pembaharuan ini sekonyong-konyong?

Ini bukan pembaharuan tapi purifikasi, tidak sekonyong-konyong. Jadi waktu itu khilafah Ottoman kedodoran wilayahnya dipereteli oleh penjajah. Tinggal ada jazirah Arabia dan Turki sekarang itu. Islam sedang mengalami kemunduran luar biasa. Itu menurut Muhammad bin Abdul Wahab akibat orang Islam meninggalkan jihad, sibuk dengan kuburan, sibuk dengan tarekat dengan dzikir semangat perangnya tidak ada. Kebetulan ada tokoh masyarakat yang disegani karena dia jawara, namanya Muhammad bin Saud, ingin jadi raja (politik), bekerjasama dengan Abdul Wahab yang kepentingannya ideologi.
Namun pertama bergerak dihantam tentara Turki dari Mesir. Cucunya bin Saud, Abdul Aziz lari ke Bahrain, ketemu dengan Inggris dan Amerika yang sedang mengebor minyak, kemudian dilatih, masuk kembali dan menang.

Bagaimana kelompok Wahabi bisa mengumpulkan dana begitu besar?

Saya kira dari masyarakat mereka yang kaya. Proposal yang diajukan mungkin untuk dakwah, membantu yatim piatu dan fakir miskin, bencana alam masa tidak memberikan. Padahal ketika sampai di sini dananya dibelokkan…

Bapak pernah mengatakan bahwa masjid NU sudah banyak diculik, apa ini benar terjadi?

Bukan masjid NU saja, masjid Muhammadiyah juga banyak, prosesnya pertama kali mereka datang ke situ, bilangnya saya ke sini mau mengabdi tidak usah digaji saya mau jadi marbot. Lama-kelamaan mereka ikut rapat ini itu. Misalnya ada rapat di masjid itu besok Jumat yang ceramah, si ustad anu saja, tidak usah dibayar kok. Datang ustadnya ya itulah antara lain (prosesnya). Mereka punya sistem yang cukup canggih. Teroris ada, ada sistemnya, ada dananya, ada tutornya, ada pelatihnya, ada jaringannya.

Nah keadaan terbuka ini dimanfaatkan secara maksimal oleh mereka. Contoh HTI, di Timur Tengah itu dilarang karena pemikirannya menolak adanya nation, dan hanya mau kembali ke khalifah. Tapi di Indonesia tidak?

Kenapa?

Yaitu, saya juga mempertanyakan hal yang sama.

Bagaimana pola ideologisasi Wahabi di Indonesia, apakah sama dengan di luar negeri?

Sama, mereka awal berdirinya adalah orang Islam yang mengamalkan ajaran Rasullulah sesuai penafsiran Muhammad bin Abdul Wahab, kalau kafir, halal darahnya. Tapi saat ini dari pusatnya tidak sekeras itu, prinsip dakwahnya purifikasi agama Islam.
Prinsipnya masih itu yang dipakai. Akan tetapi agak ke sini setelah Syeh bin Baas, tidak sama pola gerakannya. Hanya jangan ikut bid’ah, tidak ada kata bunuh.

Kalau pola-pola dakwah yang paling utama?

Ya itu tadi di masjid-masjid.

Mereka mendirikan pesantren juga?

Iya, bikin pesantren bikin yayasan, ada 12 yayasan di sini.

Apakah NU pernah mengusulkan Hizbut Tahrir Indonesia ditutup pemerintah?

Secara diskusi sering, bukan langsung perintah, tapi pertimbangan dengan bapak SBY. NU itu diusulkan Ki Wahab kepada Kyai Hasyim didirikan tahun 1914. Namun saat itu belum diizinkan. Tapi tahun 1926 baru diizinkan sebagai reaksi atas Wahabi, karena Wahabi di sana membongkar situs-situs sejarah. Kuburan diratakan dengan tanah. Di Baqi 15.000 kuburan sahabat rata dengan tanah. Kuburanya Nabi Muhammad, Abu Bakar dan Umar yang ada di pojok masjid juga akan dibongkar. Berangkatlah ke sana komite Hijaz, Kyai Wahab, Kyai Zul Arifi n, Syeh Gonaim orang Mesir yang tinggal di Surabaya, dan Hajah Hasan Kipo mohon kepada raja Abdul Aziz agar itu tidak dilakukan.

Soviet saja tidak membongkar kuburan Baihaqi, Buchori yang ada di Samarkand Uzbekistan. Sekarang di Baqi kita mencari kuburan Siti Aisyah saja tidak tahu. Kuburan istri Nabi dimana, bibinya Nabi dimana? Rata dengan tanah. Begitu juga dengan rumah tempat lahirnya Nabi Muhammad ketika pertama kali Wahabi masuk itu dijadikan wc, rumahnya Sayidina Ali dijadikan kandang keledai. Memang sekarang tidak lagi, rumah Nabi jadi perpustakaan, rumah Ali jadi madrasah.

Di masjid itu ada pintu bani Saibah di buang, ada makam Syafi’i dibuang, Baitul Arkom tempat pertama kali Nabi mengkader, dibongkar. Rumahnya Siti Khadijah dibongkar. Rugi besar itu situs sejarah.

Seperti apa tafsiran Abdul Wahab kok bisa luar biasa menyihir?

 Apa yang tidak ada di zaman Nabi Muhammad itu bid’ah, dan bid’ah itu harus diperangi, setiap bid’ah itu sesat, dan setiap sesat itu itu pasti neraka. Itu memang ada dasar dalilnya.

Tapi kita juga kalau mau mencari dasar dalilnya seabreg-abreg. Rasullulah setiap Jumat sore ziarah kubur ke Baqi, setiap tahun ziarah ke Gunung Uhud karena ada kuburan Hamzah, itu kan berarti haul. Apalagi soal memuji-muji Nabi dan sahabat, seabreg-abreg seperti Maulid, saya punya tiga jilid volume buku isinya para sahabat bikin syair memuji Nabi.

Kalau Wahabi bagaimana?

 Mereka hanya mengakui dua hari besar Idul Fitri dan Idul Adha lain itu bid’ah semua. Sekarang rupanya mereka sedang blunder kalau hari nasional tidak diperingati generasi muda tidak akan paham walaupun ada di pelajaran. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Saudi, apabila tidak diperingati setiap tahun dengan seremonial. Kurang membekas dong.

Apakah dalam hidupnya Abdul Wahab sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad?

 Iya yang ia yakini dijalankan, untuk dirinya dan keluarganya.

Seberapa besar potensi Wahabi di Indonesia mampu membuat kerusakan untuk Islam Indonesia?

 Itu tadi setiap dakwah di daerah mengobrak-abrik yang sudah mapan, terjadilah kerusakan. Masyarakat sudah tenang-tenang setiap syukuran baca maulid, setiap ada kematian baca tahlil, sewaktuwaktu ziarah kubur ke orang tuanya.
Nabi Muhammad itu 13 tahun di Mekah, di masjid ada 330 berhala diatas kabah ada Hubal namanya, tidak pernah diganggu. Setelah hijrah ke Madinah, dan orang Mekah berbondong-bondong masuk Islam, baru dengan kesadaran sendiri membersihkan Masjidil Haram dari berhala.

Jadi mereka kokoh karena selain ideologi juga karena memiliki kekuasaan?

Memang sampai sekarang Wahabi tanpa kekuasaan tidak akan laku. Siapa sih orang bangga ikut Wahabi. Kita bangga dong ikut Syafi’i, Hambali, Maliki, Hanafi , yang jelas kaliber imam besar.

Apa tujuan Wahabi di Indonesia?

 Pertama kali dari sananya itu purifikasi, tapi ditataran action ya ada kepentingan.

 Tapi pemerintah tak bereaksi menghadapi gerakan seperti ini, atau ada pembiaran?

 Ya kita juga tidak tahu kenapa, karena reformasi dan keterbukaan ini setiap orang mendaftarkan LSM Mendagri tidak bisa menolak. Saya pernah diskusi dengan Mendagri di depan Presiden malah. Cobalah ditinjau ulang kembali, tegas saja menurut saya yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 dengan kebhinekaan larang saja organisasinya apapun dan siapa pun.

Tapi sampai sekarang belum ada tindakan?

 Ya itu, belum ada makanya tampak seperti ada pembiaran padahal katakanlah HTI tadi, sudah menolak nation, kalau di Timur Tengah sudah di tolak

Apa Wahabi bisa disebut musuh besar NU dan umat Islam Indonesia?

 Ya musuh dalam tanda petik, bahwa tidak semua yang dari Arab itu bisa kita terima di sini. Kyai Hasyim, Kyai Bisri, Kyai Wahab semua belajar di Arab, pulang tidak jadi kyai Arab, kyai Jawa. Sama saja Pak Hatta kuliah di Belanda pulang gak jadi liberal.

Apa langkah NU untuk mengisolasi gerakan Wahabi dan menyadarkan yang sudah terjebak?

Ya kita tidak henti-hentinya dakwah dan kaderisasi atau memperkuat pelajaran di pesantren. Tapi pertahanan paling kuat adalah keluarga, bila ada anak mendengar khutbah di masjib Wahabi lalu pulang lihat bapaknya tahlil di rumah selesai itu. Mental gak masuk.

Kalau yang namanya ekstrimis itu di mana saja sama. Pokoknya yang bertentangan dengan budaya dan peradaban berarti bertentangan dengan fi trah manusia pasti akan mental, yang langgeng adalah yang moderat dan toleran.

BiodataK.H. Said Aqil Sirodj

Tempat dan tanggal lahir: Cirebon, 03 Juli 1953

Riwayat Pendidikan Pendidikan Formal
  • S1 Universitas King Abdul Aziz , Jurusan Ushuluddin dan Dakwah, tamat 1982
  • S2 Universitas Ummu al-Qur’an, jurusan Perbandingan Agama, tamat
    1987
  • S3 Universitas Ummu al-Qur’an, jurusan Aqidah/Filsafat Islam, tamat 1994
Pendidikan Non Formal
  • Madrasah Tarbiyatul Mubtadi’ien Kempek C irebon
  • Pesantren Hidayatul Mubtadi’en Lirboyo Kediri (1965-1970)
  • Pesantren Al-Munawwir Krapyak Jogjakarta (1972-1975)
Aktivitas Profesi
  • Ketua PBNU
  • Ketua Forum Komunikasi Kesatuan Bangsa
  • Penasehat Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam UI
  • Penasehat PMKRI
  • Penasehat Masyarakat Pariwisata Indonesia
  • Dosen pasca sarjana ST Maqdum Ibrahim Tuban
  • Dosen pasca sarjana Universitas Nahdlatul Ulama UNU solo
  • Dosen pasca sarjana Unisma, Malang
  • Dosen pasca sarjana UIN Syarif Hidayatulah Jakarta
  • Penasehat dosen MKDU di Universitas Surabaya
  • Dosen luar biasa Institut Agama Islam Tribakti Lirboyo Kediri

Sepatutnya Kita Mencontoh Imam Ali Bin Abi Tholib KW

Sepatutnya Kita Mencontoh Imam Ali Bin Abi Tholib KW

 
Bukan satu hal yang berlebih-lebihan bila dikatakan bahwa Imam Ali as termasuk orang yang berada pada derajat pertama dalam masalah ibadah. Dengan demikian dalam hal ibadah beliau menjadi pemimpin seluruh orang-orang Mukmin. Sebagian besar dari kehidupan penuh berkahnya dilewati dengan bermunajat kepada Allah Swt.Sekaitan dengan hal ini, Imam Musa Kazhim as berkata, “Ayat ini yang menyebutkan ‘… Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, …’(1) diturunkan mengenai Imam Ali as.”
.
Dalam riwayat disebutkan bahwa di tengah berkecamuknya perang Shiffin sebelah mata Imam Ali as mengawasi musuh dan sebelahnya lagi berjaga-jaga melihat matahari dan menanti azan berkumandang
.
Ibnu Abbas yang memperhatikan hal ini berkata kepada beliau, “Saat ini sedang mencapai puncaknya peperangan dan kita tidak punya kesempatan untuk melakukan shalat di awal waktu.”Imam Ali as menjawab, “Perang yang kita lakukan menghadapi musuh ini tujuannya untuk melindungi shalat agar tetap tegak.”Beliau sendiri pernah berkata, “Ya Allah! Saya tidak pernah menyembah-Mu karena takut akan api neraka dan berharap surga. Satu-satunya tujuanku adalah sampai kepada rahmat-Mu dan dekat kepada-Mu.” (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

Kiai Kampung NU lebih Berperan Ketimbang Ulama Wahabi

Kiai Kampung NU lebih Berperan Ketimbang Ulama Wahabi


Banyaknya ulama tersohor di Timur Tengah (Timteng) belum bisa menjadi solusi bagi pergolakan sosial dan politik yang ada. Indonesia dinilai lebih beruntung, meski hanya memiliki kiai kampung, masyarakatnya sanggup hidup integral secara harmonis.

Kiai kampung masih bisa berperan. Kita mampu menjaga persatuan dan kesatuan,” terang Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, ketika membuka pelatihan dai-daiyah NU di Jakarta, Jumat (27/7).

Kang Said, sapaan akrab KH Said Aqil Siroj, menyebut beberapa ulama, seperti Wahbah Zuhaili, Said Ramadhan al-Buwaithi, Syaikh Ali Jum’ah, dan Yusuf Qaradlwi. Mereka adalah cendekia muslim istimewa dengan beragam karya yang dirujuk masyarakat dunia. “Mereka belum bisa berperan efektif,” katanya.

Ulama Indonesia, sambungnya, memang tidak sedalam ulama Timur Tengah dalam hal karya-karya tulis. Namun, bicara soal fungsi sosial dan kebudayaan kiai tanah air dianggap lebih unggul. “Ulama Timur Tengah yatafaqqahu kenceng tapi yundziru qaumahum-nya lemah,” ujarnya.

Hal ini dibuktikan dengan kemampuan para ulama Nusantara dalam mengintegrasikan semangat Islam dan kebangsaan. Mereka berhasil merumuskan tiga ukhuwah, yaitu ukhuwah islamiyah (persaudaraan sesama muslim), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan), dan ukhuwah insaniyah (persaudaraan kemanusiaan).

“Dengan ini, kita memperjuangkan negara berarti mengamalkan Islam, memperjuangkan Islam berarti memperjuangkan negara,” tandasnya.

Menurut Kang Said, ini ditunjang oleh pemahaman para kiai dalam menggunakan fiqhud da’wah (fiqih berdakwah), yang dibedakan dengan fiqul ahkam (fiqih hukum) dan fiqhul hikmah (fiqih kebijaksanaan).

“Jadi mendalami agama tidak cukup dengan jenggot, tidak cukup dengan jidat hitam, tidak cukup dengan celana setengah kaki,” tandasnya

Rabu, 20 Maret 2013

Cermin Keberanian Seorang Sufi

Cermin Keberanian Seorang Sufi

Abdul Bashir (35 thn)-Korban Selamat Tenggelamnya KM Senopati Nusantara
Bagi Abdul Bashir, warga Demak, yang bekerja di perusahaan meubel di Kalimantan Tengah, peristiwa tenggelamnya KM Senopati Nusantara di penghujung tahun 2006 lalu sungguh menjadi peristiwa Desember kelabu yang tidak
bisa terlupakan sepanjang hayatnya. Bashir, begitu ia biasa disapa, adalah satu dari 500 orang penumpang, yang selamat saat KM Senopati Nusantara yang berlabuh dari pelabuhan Kumai Kalimantan Tengah menuju
Pelabuhan Tanjung Mas Semarang Jawa Tengah tenggelam ditengah lautan.

“Saat kapal mulai oleng, hampir seluruh penumpang terlihat panik. Suara tangis, jeritan dan gema takbir penumpang bertalu-talu menjadi satu,” kenang Bashir. “Kepanikan itu semakin menjadi, tengah malam, menjelang tenggelam dan kapal sudah kehilangan kendali, para penumpang histeris berlari tak menentu arah.
Ditambah lagi lampu mati, hujan turun dengan derasnya di iringi gelegar petir yang seakan saling bersahutan dan akhirnya menyambar salah satu sisi kapal yang sudah mulai digenangi air laut dan air hujan,” tambah Bashir.     

Namun bagi setiap penempuh jalan spiritual, utamanya Bashir, tawakal atau berpegang teguh pada Allah, menjadi modal pertama dan utama dalam menghadapi berbagai kehidupan. Bashir merasa beruntung saat musibah itu menimpanya ia sudah bertarekat. Ia telah berbaiat memilih tarekat syaadziliyyah  pada mursyid kaamil mukammil  di Tulung Agung, Jawa Timur.

Laku lampah yang di dapat dari tarekat syaadziliyyah menghantarkan Bashir dapat bertawakkal, menjaga kesantunan nya kepada Allah meski dalam suasana yang sangat genting dan mencekam. Saat itulah Bashir “melihat” bahwa tawakkal  bisa jadi dirasa tidak memuaskan sebab ia menuntut kesabaran. Ia seolah ingin mengatakan bahwa banyak orang yang tak mampu bertawakkal karena hawa nafsunya menolak untuk bersabar. Tapi bagi Bashir di dalam kesabaran itulah memang letak ujiannya. Itulah yang membuatnya rela mendahulukan orang lain berebut jalan dan mengambil pelampung demi keselamatan mereka. Itulah yang menjadikan Bashir pasrah disaat tubuhnya akan tenggelam bersamaan dengan tenggelamnya kapal dengan puluhan sepeda motor, kendaraan roda empat dan truk didalamnya.

Musibah atau bencana memang tak bisa di biarkan, tetapi ia harus diperjuangkan dengan cara-cara yang telah disediakan Allah, yakni tawakkal dan sabar. Bashir tak membiarkan kepasrahan hatinya lepas dari Allah. Ia pasrah sepasrah-pasrahnya. Ia sabar sesabar-sabarnya dan tak mengizinkan nafsunya liar mencari alat penyelamat selain Allah. Bagi Bashir, apalah artinya pelampung yang membungkus dada, jika Allah tak bersemayam di dalam dada; Apalah arti sebuah keselamatan jika keselamatan itu di dapat dari hasil nafsu yang meronta-ronta. “Na’udzubillah !,” tukasnya, singkat.

Air laut sudah menggenangi hingga batas dadanya, kedua tapak kakinya telah berpisah dari lantai dek kapal yang dipijak sebelumnya. Kapal itu pun semakin jauh tenggelam menuju dasar permukaan laut bersama berbagai puluhan kendaraan dan barang-barang bawaan penumpang. Namun Bashir sedikit pun tak bergeming dalam tawakal dan sabar. Ia benar-benar telah sampai pada fatwa Imam Abul Hasan Asy-Syadziliy yang mengatakan, ‘’Apa yang menjadi urusanmu, tak perlu kau turut mengaturnya. Apabila kalian harus mengatur diri juga, maka lebih baik aturlah agar kalian tidak mengatur. Keberpalingan mu (untuk tidak mengatur) dan semua urusanmu, serahkan saja kepada Allah Swt.”

Di luar tugas menafsirkan dan meyakini hukum kemanusiaan bahwa manusia harus berikhtiar, ada tugas yang sangat jelas di mata Bashir saat itu yakni kewajiban menerima taqdir Allah dengan tawakkal dan sabar hingga tubuh dan seluruh organ batinnya secara utuh merasakan makna hakiki firman Allah yang berbunyi,
“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang dikehendaki dan dipilih-Nya. Mereka tidak dapat memilih. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka sekutukan.”  (Q.S. al-Qhashas (28) : 68)”
 Ia terima semua yang datang dari Allah tidak karena ukuran selamat atau celaka, tetapi dengan ukuran iman yang menghiasi hati sanubarinya sendiri. Lalu Allah-pun memberinya kesanggupan mengibarkan tawakkal dan sabar dalam dirinya, hingga pada akhirnya tawakkal  dan sabar yang terkibar itu menjadi “energi” tersendiri.

Di tengah lautan yang gelap gulita dan badai ombak yang mencapai ketinggian enam meter, Allah mengapungkan tubuhnya (tanpa sekoci dan pelampung) hingga tidak turut tenggelam seperti yang dialami puluhan penumpang lainnya. “Alhamdulillah, Mas. Saya tidak turut tenggelam. Allah mengapungkan saya meski tanpa pelampung,” tutur Basir yang sejurus kemudian mengatakan, “Saya yakin ini rahmat Allah yang Allah salurkan lewat aurod (jamak dari wird; red) syadziliyyah dan berkah doa mursyid !,”  jelas Basir penuh semangat.
Meski demikian, ia terus berjuang. Berjuang bukan untuk agar dapat secepatnya ke tepi lautan. Ia berjuang agar hatinya tetap menjadi baitullah, rumah Allah. Dan dzikir
Allah…Allah..Allah…pun terus di gemakan nya hingga (kira-kira lima menit kemudian) ia melihat sekoci yang semula dianggapnya sebagai onggokan sampah menghampirinya. Ia menghindari sekoci itu. Namun uniknya, semakin ia menghindari, semakin cepat sekoci itu mendekat dan menghampiri Basir. Ia tak sanggup menghindari dan diraihnya pula sekoci yang ternyata sudah ada tiga orang penumpang dalam keadaan lunglai di dalam sekoci yang hanya muat untuk ditumpangi empat orang penumpang itu. 
Empat hari tiga malam, ia terombang-ambing tak menentu arah ditengah lautan, hingga sebelum terdampar ditepian pantai ia berpapasan dengan sekoci yang lebih besar lagi yang sudah ditumpangi sembilan orang korban naas lainnya. Bashir bersama ketiga korban lainnya berinisiatif untuk pindah ke sekoci yang memang muat untuk ditumpangi oleh lima belas orang itu.

Bersama ke dua belas rekan senasibnya itu, akhirnya Bashir terdampar di anjungan pengeboran minyak di kepulauan Bawean dan tepat tanggal 1 Januari 2007 pukul setengah satu siang Bashir mendapat pertolongan medis dari pegawai pengeboran minyak disana. Bashir dan ketiga belas rekannya pun diantar ke kepulauan Surabaya untuk mendapat pertolongan medis lanjutan.   
Bala’  yang tidak indah, pedih dan tragis telah memancing Bashir menjadi pemberani sejati dalam mewujudkan sumpah yang senantiasa diucapkan disetiap shalatnya; inna sholatiy wa nusukiy wa mahyaaya wa mamatiy lillaahi robbil ‘aalamiin; sesungguhnya shalatku, jalanku, hidup dan matiku hanya untuk Allah
Tuhan semesta alam. Pemberani dalam pengertian sebenarnya. Ia benar-benar telah membuktikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dan cita-cita mulai dari dalam hatinya. Inilah keberanian yang sesungguhnya dituntut dari setiap penempuh jalan spiritual.   
Maka, patut bagi setiap penempuh Dunia Ruhani yang masih bernyali kecil dan bergantung pada makhluk untuk merenungkan sabda Nabi: “Jika Allah Swt mencintai seorang hamba-Nya maka ia akan di uji dengan bala. Jika dia sabar, maka Allah akan memilihnya. Jika ia ridla, maka Allah akan mengistimewakannya.”

Jadilah Pengurus yang Bisa Mengurus!


Jadilah Pengurus yang Bisa Mengurus!
Jika kita memasuki aula PCNU Kabupaten Situbondo, akan menemukan kemegahan organisasi yang didirikan para ulama pada tahun 1926 di Surabaya tersebut.

Aula yang luas itu terletak di lantai dua. Ruangannya dilengkapi dengan 27 kipas angin yang masih berfungsi. Ada 8 sound sistem persegi panjang menempel dinding. Juga delapan tong sampah.

Di dindingnya, ada lambang Garuda Pancasila, serta Presiden dan Wakil Presiden RI. Di dinding tersebut pula ada slogan bersifat anjuran. Salah satunya berbunyi, “Jadilah pengurus yang pandai mengurus, bukan pengurus yang justru menjadi urusan.”

Anjuran tersebut dicetak kapital seolah ingin jelas terlihat bagi orang tua sekalipun. Bahkan dari kejauhan. Seolah tak cukup sekali, anjuran tersebut ada di sebuah dinding lantai dasar. Juga dengan huruf kapital.

“Itu saya yang buat,” kata ketua PCNU Kabupaten Situbondo KH Fauzan Masruri dengan logat Madura kental, kepada NU Online, di gedung tersebut pada Februari lalu.

Kiai Fauzan mengatakan anjuran tersebut sebenarnya banyak terungkap pada pidato tokoh-tokoh NU. Kemudian ia berinisiatif mencetak dan menempelkannya di gedung PCNU.

Ketika ditanya tujuan pencantuman kalimat itu, Kiai Fauzan mengatakan, supaya semasa kepengurusannya tampil beda dari sebelumnya. “Jadi pengurus bukan karena terpaksa, bukan karena “sesuatu”, tapi panggilan hati nurani,” tambahnya.

Maksudnya menjadi pengurus tidak boleh jadi urusan, sambung Fauzan, kalau menjadi ketua sebuah lembaga misalnya, harus aktif. Jangan sampai susah ditemuai sama umatnya. “Itu kan menjadi urusan!” tegasnya.

Selain kalimat tersebut, di lantai dasar gedung ada kalimat berkata, “Mantapkan niat, teguhkan komitmen, kobarkan semangat, bulatkan tekad, satukan langkah; untuk mewujudkan Nahdlatul Ulama sebagai jam’iyyah bermartabat.”

Ada juga kalimat seperti ini, “Jangan katakan apa yang aku dapat dari NU, tapi katakan apa yang dapat aku berikan kepada NU”. Sementara di atas sebuah potret Hadrotusy Syekh KH Hasyim Asy’ari ada tulisan, “NU adalah rumahku, bukan kendaraanku untuk mencapai segala kepentingan pribadiku”.

Selasa, 19 Maret 2013

Ini Alasan Masjid NU Harus Dilabeli

Ini Alasan Masjid NU Harus Dilabeli
Rais Syuriyah PBNU KH Masdar F. Mas’udi mengimbau supaya masjid-masjid yang didirikan dan dikelola Nahdliyin segera dilabeli atribut-atribut NU. Atribut itu dengan penempelan almanak atau jadwal waktu shalat berlogo NU.

“Apakah ini akan menyebabkan menguatnya ashabiyah (golonganisme, red) di kalangan umat Islam?” tanya Kiai Masdar kepada ratusan peserta Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda) Lembaga Ta’mir Masjid (LTMNU) Kabupaten Subang, Ahad, (17/3) lalu. 

Kiai Masdar menjawab dengan tegas, tidak!

Ia kemudian menukil kaidah ushul fiqh, la dharar wa la dhirar, jangan merugikan orang lain dan jangan membiarkan orang lain merugikan kita. Terjemahan bebas dalam konteks masjid NU sekarang adalah, jangan mengambil masjid milik orang lain dan jangan membiarkan orang lain mengambil masjid milik kita.  

Ia menambahkan masjid yang tidak dilabeli justru menjadi tempat keributan, yaitu menjadi ajang perebutan antar-golongan. Ketika dilabeli NU, golongan yang akan berebut sudah paham ini milik orang lain.

Orang NU harus membolehkan golongan lain untuk shalat di masjid NU, tetapi mereka harus diperlakukan sebagai tamu yang tidak bisa mencampuri urusan rumah tangga masjid.

“Lalu bagaimana jika ada yang mengatakan bahwa setiap masjid itu milik Allah?” tanyanya.

Ia menjawab sendiri dengan analogi, jika seorang pencuri mengambil harta milik kita, ia akan menjawab juga bahwa yang dicuri adalah milik Allah.

Melabeli masjid NU bukan meruntuhkan pendapat bahwa masjid milik Allah, tetapi kita sebagai pemilik nisbi bertanggung jawab menjaganya dengan cara kita sendiri. 

Senin, 18 Maret 2013

Kata Mutiara

Kata Mutiara


Al-Imam asy-Syafi'i ra berkata :

"Pilar terbentuknya harga diri itu ada empat :
  • Kemuliaaan Akhlak
  • Kedermawanan
  • Sikap santun
  • Ibadah yang Istiqomah"

Al-Imam asy-Syafi'i ra berkata :

"-jeleknya bekal menuju kealam akhirat adalah permusuhan dengan sesama"

Al-Imam asy-Syafi'i ra berkata :

"Barangsiapa yang menginginkan khusnul khatimah dipenghujung umurnya,maka hendaknya ia berprasangka baik kepada semua manusia"

Al-Imam asy-Syafi'i ra berkata :

"Manusia yang paling tinggi kedudukannya adalah mereka yang tidak melihat kedudukan dirinya dan manusia yang paling banyak kelebihan adalah mereka yang tidak melihat kelebihan dirinya"

Al-Imam asy-Syafi'i ra berkata :

"Barangsiapa yang tidak dimuliakan karena ketakwaannya, maka ia idak memiliki harga diri"

Al-Imam Al-Habib Abdullah al-Aydrus al-Akbar ra berkata :

"Janganlah engkau abaikan sedekah pada setiap hari, sekalipun engkau hanya bersedekah sekecil atom"

Al-Imam Al-Habib Abdullah al-Aydrus al-Akbar ra berkata :

"Kebaikan seluruhnya adalah bersumber dari sedikit bicara"

Al-Imam Al-Habib Abdullah al-Aydrus al-Akbar ra berkata :

"Barangsiapa yang menginginkan keridhaan Allah SWT, maka hendaklah ia mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena keajaiban dan kelembutan Allah SWT terdapat pada akhir malam"

Al-Imam Al-Habib Abdullah al-Aydrus al-Akbar ra berkata :

"Ciri-ciri orang yang bahagia adalah mendapatkan taufik dalam hidupnya, banyak ilmu dan amal serta baik perangai maupun tingkah lakunya"

Al-Imam asy-Syafi'i ra berkata :

"Barangsiapa yang tidak dimuliakan karena ketakwaannya, maka ia idak memiliki harga diri"

Al-Imam Al-Habib Abdullah al-Aydrus al-Akbar ra berkata :

"yang paling banyak takut kepada Allah SWT adalah orang yang paling banyak bersedih"

Berkata Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Atthos :

"Berziarahlah kamu kepada orang-orang sholeh! Karena orang-orang sholeh adalah obat hati"

Berkata Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Atthos :

"Sebaik-baiknya teman adalah Al-Qur'an! dan seburuk-buruknya teman adalah syaitan!"

Berkata Al Habib Alwi Bin Muhammad Bin Tohir Al Haddad :

"Orang yang sukses adalah orang yang istiqomah di dalam amal baik."

Berkata Al Habib Umar Bin Hud Al Atthos :

"Bos yang wajib di patuhi adalah Allah SWT"

Berkata Al Habib Sholeh Bin Muhsin Al Hamid (Tanggul) :

"Kunci kekayaan adalah shodaqoh, dan kunci kemiskinan adalah pelit"

Berkata Al Habib Abdullah Bin Abdull Qadir Bin Ahmad Balfaqih :

"Sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu fiqih"

Berkata Al Habib Muhsin Bin Abdullah Al Atthos :

"Semua para wali di angkat karena hatinya yang bersih, tidak sombong, dengki, dan selalu rendah diri"

Berkata Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Attas :

" Guru yang paling bertaqwa adalah Nabi Muhammad SAW, dan Rasulullah bersabda : " Aku di didik oleh Tuhanku dengan sebaik-baiknya didikan".

Berkata Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Attas :

" Terangi rumahmu dengan lampu, dan terangi hatimu dengan Al-Qur'an".

Berkata Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Attas :

" Bermaksiatlah sepuas kamu pasti kamu akan mati, dan beramal sholehlah pasti kamu akan mati ".

Berkata Al Habib Abdullah Bin Muhsin Al Attas :

" Jadikan akalmu, hatimu, ruhmu, jasadmu, karena bila semua terisi dengan namanya berbahagialah kamu ".

Berkata Al Habib Alwi Bin Muhammad Al Haddad :

" Seindah-indahnya tempat di dunia adalah tempat orang-orang yang sholeh, karena mereka bagai bintang-bintang yang bersinar pada tempatnya di petala langit ".

Berkata Al Habib Abdurrahman Bin Ahmad Assegaf (Sayyidil Walid ) :

" Ilmu itu bagai lautan dan tak akan ada yang mengenalnya kecuali merasakannya ".

Berkata Syekh Abu Bakar Bin Salim (Seorang Tokoh Besar di Negri yaman, di Kampung Inat) :

"Janganlah kau tunda-tunda kebaikan sampai esok hari, karena engkau tak tahu apakah umurmu sampai esok hari".

Berkata Sayidina Ali Bin Abu Tholib Ra :

"Bukanlah seorang pemuda yang membanggakan harta dan kedudukan ayahnya, tetapi seorang pemuda yang berkata inilah aku (Beramal Sholeh)".

Berkata Imam Syafi'i :

"Cintailah orang sholeh, karena mereka memiliki kesholehannya, cintailah Nabi Muhammad SAW, karena dia kekasih Allah SWT, dan cintailah Allah SWT, karena dia kecintaan Nabi dan orang Sholeh".

Berkata Al Habib Abdullah Bin Mukshin Al-Attas (Keramat Bogor) :

"Istiqomah didalam agama menjauhkan kesedihan dan ketakutan".

Berkata Al Habib Abdullah Bin Mukshin Al-Attas (Keramat Bogor) :

"Ilmu membutuhkan amal, amal membutuhkan ikhlas, maka ikhlas mendatangkan keridho'an".

Berkata Imam Syafi'i :

"Ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya tak masuk kepada kemaksiatan".

Berkata Al Habib Abdullah Bin Mukshin Al-Attas (Keramat Bogor) :

"Kunci kesuksesan ada tiga, yaitu :
1. Menuntut ilmu dan beramal.
2. Istiqomah dan sabar.
3. Saling menghormati."

Perkataan Ulama

Sesungguhnya cahaya (Rasulullah) itu apabila masuk kedalam hati maka akan membuat tenang dan terbuka

BAB ILMU :

Nabi Sulaiman as diberikan pilihan antara ilmu atau harta atau tahta kerajaan, lalu dia memilih ilmu maka dia mendapatkan semuanya.

Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang beriman dan berilmu yang mana apabila dibutuhkan dia bisa memberi manfaat kepada yang lain dan apabila dia sedang tidak dibutuhkan dia bisa mencukupi dirinya sendiri.

Allah SWT memberikan wahyu kepada Nabi Ibrahim as "Wahai Ibrahim, Aku adalah Zat yang Maha mengetahui yang mencintai setiap orang yang memiliki ilmu pengetahuan".

Orang alim merupakan kepercayaannya Allah SWT dimuka bumi.
Kematiannya suatu suku bangsa lebih ringan dibandingkan kematiannya seorang alim.

Dua golongan dari umatku apabila mereka bergabung maka manusia akan hidup harmonis dan apabila mereka berselisih maka akan rusak kehidupan manusia. Mereka adalah para ulama dan para pemimpin.
Ilmu itu adalah lemari dan kuncinya adalah bertanya maka bertanyalah sesungguhnya dengan sebab bertanya 4 orang ini akan diberi pahala :
1. Orang yg bertanya.
2. Orang alim.
3. Orang yg ikut mendengarkannya.
4. Orang yg mencintai mereka.

Tidak ada yang pantas dikasihani kecuali kedua orang ini, Seseorang yg mencari ilmu tapi tidak paham-paham dan seseorang yang tahu kadarnya ilmu tapi tidak mau mencarinya.