Halaman

Rabu, 20 Februari 2013

KISAH SIFAT KEIBUAN POHON APEL

KISAH SIFAT KEIBUAN POHON APEL

Alkisah, pada zaman dahulu kala hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Dia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, dan tiduran di bawah rindang dedaunannya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap hari.

Pada suatu hari dia mendatangi pohon apel itu. Wajahnya tampak sedih, karena telah lama ditinggalkan temannya.
“Marilah kemari bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu.

“Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab remaja itu.
“Aku ingin sekali memiliki mainan, tetapi aku tidak punya uang untuk membelinya!”
Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tidak punya uang. Tetapi kamu boleh mengambil semua buahku dan menjualnya. Kamu bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu!”
Anak lelaki itu sangat senang. Dia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tersebut tidak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.
Pada suatu hari anak itu datang lagi. Dia semakin dewasa. Pohon apel sangat senang melihatnya datang.

“Ayo bermain-main denganku lagi!” kata pohon apel
“Aku tidak punya waktu. Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kamu menolongku?” pinta laki-laki itu.

“Duh, maaf aku pun tidak memiliki rumah. Tetapi kamu boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel itu.
Kemudian laki-laki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tetapi anak lelaki itu tidak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat senang dan menyambutnya.
“Ayo bermain-main lagi denganku!” pinta pohon apel itu.
“Aku sedang sedih,” kata laki-laki itu.
“Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kamu memberiku sebuah kapal?” tambahnya.

“Duh, maaf aku tidak punya kapal, tetapi kamu boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kamu mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah!” Kemudian, laki-laki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Dia lalu pergi berlayar dan tidak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.
Akhirnya, laki-laki itu datang lagi setelah beberapa tahun kemudian.
“Maaf nak! “ kata pohon apel itu.

“Aku sudah tidak memiliki buah apel lagi untukmu,” tambahnya.
“Tidak apa-apa. Aku pun sudah tidak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu!” jawab laki-laki itu.
“Aku juga tidak memiliki batang dan dahan yang bisa kamu panjat!” kata pohon apel.
“Sekarang, aku juga sudah terlalu tua untuk memanjat,” jawab laki-laki itu.
“Aku benar-benar tidak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan tidak produktif lagi!” kata pohon apel itu sedih.
“Aku tidak memerlukan apa-apa lagi sekarang!” kata laki-laki itu

“Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu,” katanya.
“Oooh, bagus sekali. Tahukah kamu akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat? Kemarilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang!” pinta buah apel itu dengan tenang.
Laki-laki itu kini berbaring di pelukan akar-akar pohon apel itu. Karena terlalu gembira, maka ia tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Tahukah Anda siapakah pohon apel tersebut? Pohon apel itu adalah kedua orang tua kita yang rela berkorban sepenuh jiwa dan raga demi anaknya. Mereka memberikan segala yang mereka miliki, sekalipun Anda mungkin jarang memberikan sesuatu kepada mereka, bahkan untuk menemaninya pun Anda sudah tidak punya waktu lagi. Tetapi, dengan kasih sayangnya yang tulus, mereka tetap memberikan Anda sesuatu, di kala mereka sudah tidak memiliki apa-apa, walau hanya berupa ketenangan untuk bersemayam di liang kubur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar